MAGETAN , KOMPAS.com - Di Karesidenan Madiun, mungkin Somo Hadi (71), warga Jalan Pattimura 6B, Kelurahan Selosari, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, adalah satu satu orang yang tetap setia menggeluti profesi langka sebagai perajin klebut atau lebih dikenal dengan acuan. Acuan merupakan cetakan sepatu yang terbuat dari kayu.
“Sejak berusia 20 tahun saya membuat klebut menerusakan usaha bapak saya,” ujarnya Minggu (28/10/2019).
Sejumlah potongan kayu berbentuk segitiga terlihat berserakkan bercampur dengan serpihan kayu di lantai semen yang sederhana.
Ratusan model klebut dari berbagai model dan ukuran terlihat dipajang di sepanjang dinding ruang kerjanya yang berukuran 6X4 meter dan juga berfungsi sebagai dapur tersebut.
Tangan renta Somo Hadi terlihat cekatan memainkan parang panjang mengikis kayu lamtoro yang keras membentuk ukuran kaki.
Baca juga: Mengangkat Kesejahteraan Perajin Sulaman Karawo Melalui Festival
Ditemui di ruang kerjanya yang sederhana, Somo Hadi mengaku, sehari hanya mampu membuat 2 pasang klebut pesanan perajin sepatu dan sandal. Itu pun harus dikerjakn hingga sore hari.
“Kalau dulu masih bisa 3 pasang, sekarang paling cuma 2 pasang sehari,” imbuhnya.
Bahan baku mahal
Untuk membuat klebut yang baik dibutuhkan kayu dari jenis yang keras. Kayu paling baik menurut bapak 4 anak ini adalah galih kayu sono keling, bagian dalam kayu yang berwarna hitam.
Sayangnya, harga pohon sono keling saat ini meroket mengalahkan kayu jati untuk furniture dan lantai.
“Kayu sono keling itu sekarang banyak di kirim keluar negeri untuk lantai karena teksturenya indah. Harganya mengalahkan kayu jati,” katanya.
Mahalnya bahan baku membuat Somo Hadi membuat klebut dari kayu lamtoro maupun kayu nangka yang harganya lebih murah.
Meski demikian, dari sisi keindahan maupun dari sisi ketahanan kalah juah dari kayu sono keeling.
"Masih ada klebut yang dibuat bapak saya dulu. Kalau bahanya kayu sono keling paling susutnya hanya 1 sampai 2 mili saja biar sudah 50 tahunan dipakai,” ucapnya.
Meski permintan pasar akan klebut dari kayu buatannya cukup banyak, namun Somo Hadi hanya mau menerima pesanan semampu yang dia kerjakan.
Baca juga: Untuk Mempertahankan Tradisi Lisan Harus Disokong Anggaran Memadai