KOMPAS.com - Dokter Soeko Marsetiyo (53), yang menjadi salah satu korban jiwa kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin 23/9/2019) lalu telah dimakamkan di pemakaman keluarga, Kejambon Lor, RT 003 RW 013 Desa Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Jumat (27/9/2019).
Kepergian dokter Soeko Marsetiyo yang telah mengabdikan dirinya untuk kesehatan di Tolikara, Papua, tak hanya menjadi duka dunia kesehatan Indonesia, tetapi juga keluarga.
Dokter Soeko Marsetiyo meninggal di usia 53 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.
Berikut cerita di balik dokter Soeko Marsetiyo yang memilih mengabdi di Papua:
Adik dokter Soeko Marsetiyo, Endah Arieswati menceritakan, begitu lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, kakaknya (Soeko Marsetiyo) memilih ditempatkan di Papua.
"Biasa kan ada masa bakti PTT (Pegawai Tidak Tetap), Dia (dokter Soeko Marsetiyo) memilih dapat di Papua," ujar Endah Arieswati saat ditemui usai pemakaman, Jumat.
Endah menyampaikan, seingatnya, kakaknya mendapat masa bakti di Papua selama dua tahun.
Baca juga: Dokter Soeko Marsetiyo Pilih Mengabdi di Papua Meski Jauh dari Keluarga, Ini Alasannya
Awal-awal di Papua, sambung Endah, kakaknya sering bercerita tentang suka duka di Papua.
"Jarang pulang, ya tahu sendiri terkendala biaya kan PTT di sana gajinya enggak seberapa, apalagi di pedalaman. Awal-awal cerita mau makan mie saja harganya mahal minta ampun, ya cerita suka duka di sana," urainya.
Seiring berjalannya waktu, Soeko mulai bisa beradaptasi. Ia pun mulai tidak banyak bercerita kepada adiknya.
Baca juga: Dokter Soeko Wafat Saat Terjebak Kerumunan Massa di Kerusuhan Wamena
Justru setelah selesai masa baktinya, sambung Endah, kakaknya tidak lantas memilih tugas di kota, justru memilih untuk mengabdikan dirinya di Papua.
"Setelah selesai masa bakti, kalau teman-teman yang lain itu kan biasanya terus mencari ke kota. Tetapi, dia keukeuh meminta untuk tetap di Papua lokasinya," tegasnya