Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeringan Ekstrem Tahun Ini Membuat Warga Menoreh Menderita

Kompas.com - 22/09/2019, 20:26 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Sumur warga mengering di Pedukuhan Junut, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Air tidak lagi mengalir ke rumah-rumah warga.

Kepala Dukuh Junut, Ngatijah, 45 tahun, mengungkapkan, warga mengandalkan sumur-sumur umum yang berada di daerah yang tinggi. Sumur sengaja tidak digali dalam, namun airnya berlimpah ruah pada musim hujan.

Warga memasang pipa dan mengalirkannya menggunakan selang 0,5 inchi menuju rumah-rumah di tempat yang lebih rendah. Airnya bisa dimanfaatkan puluhan kepala keluarga di Junut bagian lereng yang atas.

“Kondisi berbeda pada musim panas seperti sekarang. Sumur tidak mengalir. Terpaksa warga harus menunggu di mata air itu, mengisi jeriken, dan dipikul,” kata Ngatijah, Sabtu (21/9/2019).

Baca juga: Menoreh Night Festival, Ajang Atraksi Wisata Budaya Andalan Kulon Progo 

Bukit Menoreh tidak diguyur hujan sejak Juni 2019. Kawasan lereng menjadi tandus. Kebun-kebun berubah menjadi warna coklat karena guguran daun layu.

Ngatijah mengungkapkan, kondisi seperti ini terjadi berulang kali terjadi tiap musim kemarau yang panjang. Dusun mereka selalu menjadi salah satu yang paling parah hingga langganan memperoleh bantuan air bersih dari pemerintah maupun pihak ke-3.

Warga Junut 200-an jiwa. Kebanyakan bekerja sebagai buruh tani di desa maupun kecamatan tetangga.

Kontur dusun miring pada lereng bukit. Mereka mendiami lereng bawah dan atas. Warga di lereng atas sebanyak 2 RT yang paling kesulitan air bersih.

Baca juga: Natal di Bukit Menoreh, Warga Muslim Jaga Rumah Umat Kristiani yang Pergi ke Gereja

Debit mata air sumur semakin mengecil, mereka tak lagi menarik selang. Warga berduyun ke sumur dan antre dari subuh.

“Yang kerja di sawah ladang pagi sampai siang, sorenya antre juga untuk ambil air bawa ke rumah,” kata Ngatijah.

“Sekarang kita nunggu di sana sambil nyiduki (menggunakan gayung) pelan-pelan sampai satu jeriken,” kata Ngatijah.

Ada yang menunggu sambil membawa tumpukan pakaian kotor. Tetapi rata-rata, tiap kepala keluarga antre untuk mendapatkan 15-35 liter air dengan jeriken. Mereka lantas menggendongnya hingga ratusan meter.

“Setidaknya 2 jeriken per hari cukup. Hanya bisa untuk masak dan minum saja cukup, tapi kan perlu juga untuk cuci piring,” katanya.

Baca juga: Kekeringan Melanda Padang, 10.000 Liter Air Bersih Didistribusikan

Bantuan Komunitas

Kemarau panjang membuat sekitar 300 jiwa atau 66 kepala keluarga di Dusun Bendo, Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kesulitan air bersih. Pemerintah turun tangan mengirim bantuan air bersih, termasuk mengelola banyak bantuan donatur, baik perusahaan, instansi, hingga perorangan. Intansi pemerintah pun ikut, seperti Kantor Pajak Pendapatan Daerah (KPPD) DI Yogyakarta di Kulon Progo yang menyalurkan puluhan ribu liter air bersih bagi warga di 2 kecamatan, yakni Lendah dan Girimulyo. Salah satunya di dusun Bendo ini, di mana ratusan warga sampai antre menunggu kiriman air bersih.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Kemarau panjang membuat sekitar 300 jiwa atau 66 kepala keluarga di Dusun Bendo, Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kesulitan air bersih. Pemerintah turun tangan mengirim bantuan air bersih, termasuk mengelola banyak bantuan donatur, baik perusahaan, instansi, hingga perorangan. Intansi pemerintah pun ikut, seperti Kantor Pajak Pendapatan Daerah (KPPD) DI Yogyakarta di Kulon Progo yang menyalurkan puluhan ribu liter air bersih bagi warga di 2 kecamatan, yakni Lendah dan Girimulyo. Salah satunya di dusun Bendo ini, di mana ratusan warga sampai antre menunggu kiriman air bersih.
Anggota Komunitas Relawan Sing Nganggo Wolu Selawe (Komunitas Renggolawe), Joko Martono mengungkapkan, tidak hanya Junut yang mengalami kekeringan dan kurangnya air bersih.

Masih ada 6 dusun dari 14 dusun yang ada di Purwoharjo yang juga mengalami kekeringan ekstrem. Terlebih memang di daerah itu berada pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com