Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Krisis Air di Grobogan: Warga Mandi 3 Hari Sekali dan Stok Tisu Basah, hingga Menjadi Perhatian Media Jepang

Kompas.com - 22/09/2019, 18:59 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - Desa Suwatu, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merupakan salah satu permukiman terparah yang dilanda krisis air selama musim kemarau berkepanjangan ini. 

Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ini berlokasi terpencil di sekitar kawasan hutan pegunungan kendeng. 

Untuk menuju ke sana bisa ditempuh dengan perjalanan darat dengan kendaraan sekitar 2 jam dari Kota Purwodadi.

Akses jalan masuk ke Desa Suwatu pun kurang begitu memadai, masih banyak ditemui permukaan jalan berupa bebatuan dan tanah.

Selama lebih dari tiga bulan sejak awal kemarau di bulan Mei, Desa Suwatu mengalami puncak krisis air. Sungai telah mengering, pun demikian juga sumur tadah hujan andalan warga telah garing. 

Bahkan, sekitar 150 hektar lahan pertanian di desa terpencil ini sudah tidak difungsikan akibat tak ada lagi pasokan air.

Tercatat, sudah tiga bulan ini aktivitas bertani tidak lagi ditemui di desa yang dihuni oleh sekitar 2.500 jiwa ini. 

Baca juga: Kisah Sunar, Kemudikan Truk Ratusan Kilometer untuk Antar Air Bersih ke Warga Terdampak Kekeringan

Warga pilih merantau saat kemarau

Saat kemarau, para warga yang mayoritas petani memilih merantau ke daerah lain supaya bisa terus menyambung hidup. Mereka beralih profesi menjadi buruh bangunan di Jakarta dan sebagainya.

Saat penghujan, mereka pun pulang ke kampung halaman untuk kembali bertani.

Krisis air selama berbulan-bulan menjadi mimpi buruk bagi warga Desa Suwatu.

Tak adanya pasokan air, warga akhirnya memilih berburu air dengan menciptakan "belik" pada sungai yang telah mengering.

Belik adalah lubang-lubang yang digali di dasar sungai untuk mencari sumber air.

Bentuk dan ukurannya menyerupai sumur. Selama ini, Desa Suwatu memang tidak terakses pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Begitu juga dengan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang tak menjangkau Desa Suwatu.

"Namun sayang, air di setiap belik di desa juga kian menyusut. Bahkan kami yang mengantre sejak subuh hingga sore hanya bisa mengisi tiga gentong. Masing-masing gentong volumenya 15 liter. Padahal sehari kalau ngirit saja butuh enam gentong. Makanya sejak sebulan ini, kami mandinya tiga hari sekali," tutur Sulasmini (47), warga Desa Suwatu saat ditemui Kompas.com, Jumat (20/9/2019) sore.

Baca juga: Perjuangan Warga Saat Kekeringan, Lewati Bukit, Ambil Air yang Mengalir di Bebatuan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com