Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Institut Teknologi Sumatera dan UTM Malaysia Kembangkan Teknologi "Early Warning" Polusi Udara

Kompas.com - 19/09/2019, 11:53 WIB
Tri Purna Jaya,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

LAMPUNG, KOMPAS.com - Institut Teknologi Sumatera (Itera) dan Universiti Teknologi Malaysia (UTM) berencana mengembangkan teknologi pendeteksian dini polusi udara.

Hal ini mengemuka dalam stadium general dengan topik Air Pollution Monitoring and Modelling yang menghadirkan pakar polusi udara dari UTM, Dr Wessam Al Madhoun, Rabu (18/9/2019).

Direktur Itera International Office, Acep Purqon mengatakan, teknologi yang akan dikembangkan yakni terkait monitoring dan pencegahan polusi udara, seperti pendeteksi polusi udara dan early warning serta distribusi sebaran dan seberapa cepat persebaran dan arahnya.

Menurutnya, topik yang kini menjadi isu besar nasional ini, yakni polusi asap menggambarkan bahwa secara umum kondisi udara Indonesia dan negara tetangga sedang tidak sehat.

Baca juga: Di Tangan Mahasiswa ITS, Polusi Udara Bisa Jadi Gas Ramah Lingkungan

"Penyebab polusi udara sendiri terdiri dari berbagai penyebab antara lain dari alam seperti kebakaran, ataupun buatan seperti gas industri, gas emisi kendaraan, pengelolaan sampah," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, permasalahan ini tidak akan bisa hanya dilakukan perorangan.

Seluruh pihak yakni akademisi, pengusaha, pemerintah, masyarakat serta media harus bersinergi dalam menyelesaikan masalah ini.

“Selain daripada itu, usul yang paling penting adalah negara-negara terdekat sebaiknya tidak saling menyalahkan, sebaiknya kita bekerjasama (Regional Planning) untuk menyelesaikan masalah. Kita sebagai institusi Pendidikan harus menginisiasi hal ini," katanya.

Baca juga: Ini Enam Penyakit yang Ditimbulkan akibat Polusi Udara

Sementara itu, Dr Wesam menyebutkan, polusi udara merupakan silent killer. Sekitar 7 juta orang di dunia meninggal karena hal ini.

Dampak yang paling disoroti ialah masalah kesehatan seperti pneumonia, stroke, jantung dan kanker.

Dari penelitian yang dilakukannya, dampak tertinggi udara yang tidak sehat dirasakan oleh anak-anak, kemudian wanita dan pekerja lapangan.

Seperti yang terjadi di kota Riau dan Palangkaraya, Dr Wesam memaparkan daerah tersebut memiliki kondisi udara yang benar-benar serius dan harus segera ditindaklanjuti.

Baca juga: Cerita Penderita Asma yang Berjuang di Tengah Kepungan Kabut Asap

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com