LAWANG SEWU menjadi objek wisata yang kini banyak menarik perhatian turis dalam negeri berkat penanganan PT KAI bekerjasama dengan Pemerintah Jawa Tengah dan kota Semarang serta pihak-pihak terkait.
Koordinasi pengelolaan Lawang Sewu antara pihak-pihak terkait cukup bagus, walau masih jauh dari memuaskan. Tidak mudah, seperti tidak mudahnya puluhaan perusahaan kereta api swasta Belanda berkoordinasi di masa pemerintahan Kerajaan Belanda di Indonesia 150 tahun lalu.
Kesemrawutan di masa penjajahan Belanda itu juga bagian dari pewarisan budaya untuk masa kini.
Tulisan ini bagian kedua, baca juga bagian pertama dari tulisan ini: Kisah Marta, “Ciblek Lawang Sewu” (BAGIAN I)
Baca juga: Warisan Sejarah Perebutan Kue Pembangunan Transportasi Kereta Api (BAGIAN III - Habis)
Lawang Sewu didirikan mengikuti kesuksesan NISM membangun sistem trasportasi kereta api. Sukses NISM membuat banyak pihak, termasuk Pemerintah Kerajaan Belanda, mendirikan perusahaan kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi Selatan.
Setelah belasan perusahaan kereta api dan trem Belanda bermunculan di Jawa terjadilah persaingan. Muncul adu gengsi, selain berebut roti ekonomi (dari produk hasil bumi dan tambang) di antara para pengusaha swasta dan tentu pemerintah.
Pemerintah Belanda, tahun 1875 mendirikan perusahaan kereta api Staatspoorwegen (SS). SS berdiri 10 tahun setelah NISM mencapai kesuksesan membangun sistem transportasi kereta api dan mengeruk keuntungan hasil bumi (termasuk minyak bumi dan bahan bangunan) di Jawa .
Dibandingkan dengan bangunan istana-istana untuk para gubernur jenderal Belanda di Indonesia (Istana Negara, Istana Merdeka, dan Istana Bogor), Lawang Sewu nampak jauh lebih mentereng.
Beberapa tahun kemudian, perusahaan kereta api swasta Belanda lainnya, de Semarang - Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), mendirikan kantor pusatnya di kota Tegal. Kantor pusat SCS berlantai empat ini juga sering disebut Gedung Birao Tegal.
Gedung SCS juga sudah ditetapkan sebagai situs budaya. Untuk mengundang para turis luar negeri, pengelola gedung ini, PT Kereta Api Indonesia (Pesero) masih perlu berjuang atau berfikir keras tentang bagaimana caranya melakukan hal itu.
“Sampai sekarang para pengunjung Kantor SCS ini adalah para pejabat pemerintah, direksi PT KAI dan keluarga pegawai KAI,” ujar Kepala Stasiun Tegal Tarmudi.
Seorang menteri ketika datang ke tempat ini hanya bisa bilang ornamen gedung ini mengagumkan dan memesona. Tapi untuk membuat gedung itu dikelola sehingga menjadi objek turis yang dikerumuni turis luar negeri sampai seperti cendol, masih jauh dari kenyataan.
Kantor SCS yang angker
Jumat jam 11 siang, 30 Agustus 2019 lalu, saya datang ke Stasiun Kereta Api Tegal, Jawa Tengah. Saat itu saya dalam perjalanan dari Semarang ke Jakarta.
Sehari sebelumnya, saya mengikuti perjalanan peninjauan yang dipimpin Direktur Utama Kereta Api Persero, Edi Sukmoro dari Jakarta- Bandung, Yogyakarta , Solo dan Semarang.