Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kampung Ini Menyulap Ban Bekas Jadi Sandal, Kursi, hingga Onderdil Kendaraan

Kompas.com - 05/09/2019, 08:55 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

PURWOKERTO, KOMPAS.com - Tumpukan ban bekas dengan berbagai ukuran menggunung di salah satu sudut rumah warga di Kampung Banaran, Kelurahan Pasir Kidul, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Ban bekas biasanya didaur ulang menjadi ban vulkanisir atau bahkan tidak sedikit yang hanya dibiarkan menumpuk menjadi sarang nyamuk.

Namun, setelah diolah oleh tangan-tangan kreatif, ban bekas ternyata dapat menghasilkan berbagai macam kerajinan dengan nilai ekonomis tinggi.

Sejak puluhan tahun lalu, warga setempat memanfaatkan ban bekas sebagai bahan pembuatan sandal.

Baca juga: Siswa SMK di Banyumas Ciptakan Mobil Listrik Tenaga Surya, Melaju hingga 40 Km Per Jam

 

Sandal yang terbuat dari limbah ban tersebut dikenal warga Banyumas dengan nama sandal bandol, akronim dari ban bodol (ban rusak).

Ketua Paguyuban Pengrajin Bandol Simba Banyumas Imam Tahyudin mengatakan, kini ban bekas tidak hanya digunakan untuk bahan pembuatan sandal saja, namun juga dimanfaatkan untuk pembuatan tempat sampah, pot bunga, ayunan, kursi, hingga onderdil kendaraan.

"Onderdil mobil yang dibuat itu seperti dudukan tromol motor, kebanyakan untuk karet-karet dudukan pada kendaraan seperti truk dan lainnya, ada juga yang untuk alas bak truk," kata Imam, di sela acara pameran sandal bandol di SMK Muhammadiyah, kelurahan setempat, baru-baru ini.

Imam mengatakan, keterampilan membuat beraneka ragam kerajinan tersebut didapatkan warga secara otodidak sejak tahun 1970-an lalu.

Produk yang paling banyak dihasilkan dan paling dikenal masyarakat luas adalah sandal bandol.

Warga setempat membuat beraneka ragam bentuk sandal, baik untuk pria dan wanita. Antara lain seperti sandal jepit, sandal gunung, bahkan sandal-sandal unik yang menyerupai sepatu Aladin pun dapat dijumpai di sini.

"Untuk membuat sandal waktunya bervariasi, ada yang sehari jadi, ada juga yang sampai tiga hari, tergantung tingkat kesulitan. Ada juga pengrajin yang membutuhkan waktu seminggu untuk membuat satu sandal, karena mengutamakan kerapian," ujar Imam.

Pembuatan masih menggunakan peralatan-peralatan tradisional seperti pisau. Pisau dibuat sedemikian rupa untuk memotong-motong ban bekas menjadi bentuk yang diinginkan.

Sandal tersebut, kata Imam, dijual dengan harga bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu.

Pesanan tidak hanya datang dari warga lokal, namun juga dari berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta dan Bali.

Baca juga: Cerita di Balik Kasus Kerangka Manusia di Banyumas, Misem Dengar Suara Teriakan hingga Akan Dibunuh

Camat Purwokerto Barat Totot Subagyo mengatakan, pemerintah tengah berupaya menaikkan "kelas" sandal bandol dan kerajinan lain berbahan dasar ban bekas.

Paguyuban telah bekerja sama dengan salah satu hotel di Purwokerto untuk memasarkan sandal tersebut.

"Ke depan kami ingin agar bandol ini dikenal secara luas oleh masyarakat di luar Banyumas. Kegiatan pameran ini akan sangat sangat yakin akan berdampak terhadap pemasaran," kata Totot.

Wakil Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jawa Tengah Anggit Pandu Baskara mengatakan, akan mendorong agar kerajinan dari ban bekas tersebut dapat menjadi salah satu produk unggulan di Jawa Tengah.

"Kami akan terus mendorong produk bandol ini biar bisa menjadi produk unggulan, terutama untuk Jawa Tengah bagian selatan, ini merupakan ekonomi kreatif Jawa Tengah," ujar Anggit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com