KOMPAS.com - Rabu (28/8/2019), sekitar 500 orang berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Deiyai, Papua. Aksi tersebut adalah aksi lanjutan dari tanggal 24 Agustus 2019.
Aksi yang digelar pukul 09.00 waktu setempat, terkait tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
Yul Toa Motte koordinator aksi mengatakan awalnya aksi berjalan tertib, namun sekitar pukul 13.00 WIT kerusuhan pecah saat aparat menembakkan gas air mata.
Dia menyebut ada korban dalam kejadian tersebut.
”Kemudian dilanjutkan dengan timah peluru. Saya lihat sendiri dengan mata sendiri. Situasi sampai saat ini peluru masih bunyi, masih memanas,” kata Yul, saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo ketika ditemui di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara memastikan bahwa pihak yang terlibat baku tembak dengan polisi dan TNI di halaman Kantor Bupati Deiyai adalah kelompok krminal bersenjata.
"Penyerangnya diduga terindikasi kelompok KKB," jelas Dedi, Rabu (28/8/2019).
Namun polisi belum dapat mengidentifikasi asal usul kelompok tersebut.
Dedi mengatakan unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Deiyai melibatkan sekitar 150 orang dan massa menuntut bupati menandatangani referendum.
Baca juga: Kronologi Baku Tembak di Deiyai Versi Polri, Awalnya Tuntut Referendum
Aparat sempat melakukan negosiasi dengan pengunjuk rasa.
Namun saat negosiasi masih berlangsung, tiba-tiba datang sekitar seribu orang ke lokasi. Mereka muncul dari segala penjuru.
Kelompok itu datang sambil menari tarian adat perang dan membawa senjata tajam. Bahkan diduga mereka membawa senjata api.
Kelompok itu langsung menyerang aparat.
Baca juga: Deiyai Papua Memanas, 1 TNI Gugur, Ini Penjelasan Kapendam Cenderawasih
Satu di antara personel TNI tersebut, yang bernama Serda Rikson meninggal dunia. Jenazahnya segera dievakuasi ke Nabire melalui jalur darat.