Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakek Buta Ini Hidup di Pos Ronda, Berjualan Barang Bekas dan Angkut Pasir untuk Hidup

Kompas.com - 20/08/2019, 11:38 WIB
Sukoco,
Khairina

Tim Redaksi

 

MAGETAN , KOMPAS.com  —  Pos kamling berukuran 2X3 meter di Desa Jambangan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, terlihat sepi. Hanya ada sebuah sepeda tua dan beberapa barang rongsokan yang berceceran di bawah dipan usang yang berlapis plastik bekas baliho kampanye.

Kompas.com yang menyambangi “kediaman” Wardi (76) tak mendapati kakek sebatang kara yang mengalami kebutaan di kedua mata tersebut. 

“Kalau tidak ada, biasanya keliling nyari rosok atau nyari pasir di sungai. Coba cari di sungai di utara desa,” ujar Marinem, tetangga di kediaman Mbah Wardi, Senin (19/8/2019).

Baca juga: Kisah Lansia yang Jadi Penyemangat di Panti Jompo hingga Mengagumi Sosok Risma

 

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk Pak Wardi. Sumbangkan sedikit rezeki Anda untuk membantu pemeriksaan kesehatan dan hidup lebih baik. Klik di sini untuk donasi.

Kompas.com kemudian menyusuri jalan desa menuju arah yang ditunjukkan Marinem.  Di sebuah hamparan persawahan di utara desa terlihat Wardi menenteng sebuah tape recorder tua dengan dibonceng sepeda motor warga desa.

Setelah berbincang sejenak terkait tujuan Kompas.com bertemu, Mbah Wardi mempersilakan berkunjung ke kediamannya.

“Saya sudah hampir 20 tahun tinggal di pos ronda ini. Sebelumnya tinggal di samping pagar warga,” katanya.

Yatirin, pemilik warung di depan pos ronda yang ditinggali Mbah Wardi, mengaku lebih dari 7 bulan pria yang kedua matanya buta tersebut tinggal di bawah pagar warga. 

Karena sering kehujanan, Mbah Wardi kemudian pindah ke pos ronda di Dukuh Mbebegan yang sudah lama tidak difungsikan sampai saat ini.

“Sifatnya itu tidak mau merepotkan orang lain. Ini pos ronda juga bocor kalau musim hujan. Dia tidur di emperan rumah saya, disuruh masuk ya tidak mau,” ucapnya.

Mbah Wardi memilih hidup menggelandang dari pos ronda ke posa ronda lain setelah istrinya meninggal saat dia berusia 35 tahun.

Dulu, Mbah Wardi memiliki gubuk di lahan pinjaman di Dukuh Jambangan Kulon. Namun, karena gubuk roboh, dia akhirnya menggelandang tak tentu arah.

“Rumah warisan orangtua yang ninggali kakak saya. Daripada merepotkan orang lain, saya tinggal di pos ronda saja,” katanya.

Dari perkawinannya, Wardi mempunyai 3 anak, satu di antaranya meninggal dunia. Karena kemiskinan, kedua anak Wardi dipelihara oleh adiknya di luar kota. Saat ini, kedua anaknya tak ada di Ngawi, sementara anak keduanya tinggal di Kota Jambi.

“Saya tidak mau merepotkan anak karena saya dulu tidak bisa membahagiakan mereka karena tidak punya apa-apa. Saya kerja keras tapi tidak cukup untuk memberi penghidupan yang layak kepada mereka,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com