Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Pemanjat yang Lumpuh karena Jatuh dari Pohon, Kini Berharap Kursi Roda

Kompas.com - 26/07/2019, 07:01 WIB
Dani Julius Zebua,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

 

KULON PROGO, KOMPAS.com – Kehidupan Imam Sahroni (59) tidak lagi normal tiga tahun belakangan ini. Warga Dusun Kadigunung, Desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ini menghabiskan hari-harinya di atas tempat tidur sejak mengalami kelumpuhan dari pinggang ke tungkai.

Kelumpuhan itu lantaran ia jatuh dari pohon kelapa setinggi 10 meter. Ia terpaksa merayap bila ingin ke kamar kecil, termasuk ketika bosan dalam kamar dan ingin ke luar untuk menghirup udara segar.

Baca juga: Kisah Sukses Dua Siswi Cantik asal Kudus, Bawa Kain Troso Melenggang ke Paris (1)

Pengobatan ke berbagai rumah sakit hingga pengobatan alternatif pernah dijalani karena ingin sembuh. Namun, Sahroni tetap tak lagi bisa jalan. Ia kini mengharapkan cara baru menjalani hidupnya, yaitu dengan menggunakan kursi roda.

Sahroni hadir di sebuah kegiatan layanan Jaminan Kesehatan Khusus (Jamkesus) atas kerja sama Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kulon Progo dengan Balai Penyelenggara Jamkesos DIY untuk masyarakat Kokap dan sekitarnya. 

 “Selama ini, saya hanya bisa tidur saja. Saya ingin bisa dapat kursi roda untuk jalan di rumah nanti, karena selama ini pakai tangan mberangkang (merangkak),” kata Sahroni, Kamis (25/7/2019). 

Sahroni menceritakan, bagaimana dirinya bisa jatuh dari pohon kelapa. Ia mengaku salah pijakan pada batang pohon. Kecelakaan pun terjadi. Ia jatuh lantas pingsan. Sejak itu kedua kakinya tak bisa menopang badannya lagi.

Sahroni merupakan tulang punggung keluarga. Sebelum lumpuh dia mengaku sanggup memanjat 80 pohon kelapa dalam satu hari. Semua dilakukan demi uang Rp 70.000-Rp 100.000 setiap hari dari mengolah nira jadi gula merah.  

“Sekarang sudah tidak ada penghasilan, apalagi istri tidak bekerja,” katanya.

Mereka yang berkebutuhan khusus tengah menanti layanan pengukuran untuk memperoleh kursi roda yang sesuai dengan kecacatan mereka. Ratusan orang berkebutuhan khusus di Kulon Progo ini menerima bantuan berbagai alat kesehatan dari Pemprov DIY, baik kursi roda, kruk, kaki dan tangan palsu, alat pendengaran hingga kacamata, Kamis (25/7/2019).
 KOMPAS.com/DANI JULIUS Mereka yang berkebutuhan khusus tengah menanti layanan pengukuran untuk memperoleh kursi roda yang sesuai dengan kecacatan mereka. Ratusan orang berkebutuhan khusus di Kulon Progo ini menerima bantuan berbagai alat kesehatan dari Pemprov DIY, baik kursi roda, kruk, kaki dan tangan palsu, alat pendengaran hingga kacamata, Kamis (25/7/2019).
Kisah tragis penderes nira tidak hanya dialami Sahroni. Cerita serupa dialami Ahmad Riyadi, kakek berusia 80 tahun, warga Dusun Teganing, Hargotirto, Kokap.

Giginya terlihat tidak lagi utuh, rambut putih kepalanya juga tumbuh tidak beraturan. Kakek yang bisa dipanggil Mbah Yadi ini sejatinya terlihat cukup kuat. Namun, sulit berjalan dan harus mengenakan kruk kaki empat untuk membantunya berjalan.

Mbah Yadi merupakan penderes nira aktif di masa lalu. Ia melakoni pekerjaan itu hingga usia senja. Nasib berkata lain. Ia jatuh dari pohon untuk yang kali ke-12, lima tahun lalu.

Beberapa di antaranya, kata Mbah Yadi, empat kali dari pohon kepala dan tiga kali dari pohon cengkih. Aksi memanjat untuk menderes jadi yang terakhir kali dan sejak kejadian itu ia berjalan harus dengan bantuan kruk.

“Bola bali ning rumah sakit. Ora keitung (pulang pergi masuk rumah sakit dan tidak terhitung jumlahnya),” kata Mbah Yadi.

Baca juga: Kisah Ibu Muda Melahirkan di Atas Perahu Saat Terjadi Kebakaran di Jambi

Salah satu yang paling membekas adalah operasi karena cidera tulang pada bagian pinggul kiri. Itu membuatnya kapok untuk memanjat.

“Karena ingin makan, hasil sedikit. Deresan itu hasilnya untuk sekolah anak. Nek panen deresan boten metu, kepekso nggolek utangan (karena kalau hasil menderes tidak ada, terpaksa jalan keluarnya berhutang),” kata Mbah Yadi.

Sebanyak 138 penyandang disabilitas mengikuti layanan Jamkesus yang berlangsung di halaman Kantor Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Sebanyak 103 di antaranya berasal dari Kokap, selebihnya ada yang dari Kecamatan Galur maupun Kalibawang dan sekitarnya.

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Kokap, Taufik Aji mengatakan, peserta layanan Jamkesus ada yang cacat fisik, cacat kaki, tangan, tuna wicara, hingga tuna rungu.

Tidak sedikit di antara mereka menyandang tuna netra maupun mengalami kelumpuhan. Mayoritas orang dewasa dan para lansia. Ada juga anak usia sekolah.

 Taufik mengakui ada banyak mantan pekerja penderes nira kelapa memanfaatkan kesempatan ini. Mereka datang dengan kecacatan semacam lumpuh seutuhnya, maupun tidak lagi bisa berjalan akibat kecelakaan kerja jatuh dari pohon.

“Ada sekitar lima orang (mantan penderes) yang terpantau ikut layanan ini,” kata Taufik. 

TKSK sendiri merupakan petugas yang memperoleh kewenangan Kementerian Sosial untuk membantu penyelenggaraan kesejahteraan sosial wilayah penugasannya. Mereka berfungsi memfasilitasi dan menangani permasalahan sosial di kecamatan itu. Seperti disabilitas, keluarga miskin, penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Bukan hanya Sahroni dan Mbah Yadi. Taufik menunjukkan ada Sakijo (55), asal Dusun Tangkisan 3 di Hargomulyo hingga warga nama Jarmani. Semua memiliki kisah mirip, jatuh dari pohon kepala lantas lumpuh separuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com