Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita 6 Rumah Ibadah yang Dibangun Berdampingan, Tetap Rukun Meski Berbeda

Kompas.com - 22/07/2019, 07:01 WIB
Ghinan Salman,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Salah satu perumahan elite di Wiyung, Surabaya, Jawa Timur, memiliki enam rumah ibadah yang dibangun berdampingan.

Keenam rumah ibadah tersebut yaitu masjid, gereja umat Katolik dan Kristen Protestan, kelenteng, vihara, dan pura. Rumah ibadah itu berdiri di atas tanah perumahan Royal Residence, Wiyung, Surabaya Barat.

Ketua Forum Komunikasi Rumah Ibadah (FKRI) Royal Residence Indra Prasetya menceritakan, perumahan itu mulai ditempati pada 2009 lalu. Indra sendiri mulai membeli rumah dan tinggal di perumahan tersebut sejak tahun 2010.

Selama ini, warga di sana selalu melaksanakan ibadah di luar perumahan. Sebab, desain kompleks perumahan memang tidak disediakan tempat ibadah.

Hingga pada akhir 2014, ia mengajukan kepada pihak developer agar di kompleks perumahan tersebut disediakan fasilitas umum berupa rumah ibadah.

Alasannya, warga Muslim yang melaksanakan ibadah lima waktu setiap harinya, harus beribadah di luar perumahan yang jaraknya lumayan jauh dari perumahan.

"Jadi ini berawal dari warga Muslim yang menginginkan masjid di perumahan. Karena kebutuhan ibadah lima waktu. Selama ini, warga Muslim selalu beribdaha di luar," kata Indra kepada Kompas.com, belum lama ini.

Baca juga: Cerita di Balik Foto Viral Wanita Berhijab dari Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus

Pada 2016 lalu, usulan untuk membangun rumah ibadah itu disetujui oleh pihak developer. Tidak hanya masjid, pihak developer juga menyediakan lahan seluas 400 meter persegi untuk dibangun rumah ibadah bagi pemeluk agama selain Islam.

"Pihak developer bilang gini, 'Ya sudah, kalau begitu sekalian semua. Lahannya ada di bawah sutet, apa mau di situ?' Kita jawab mau," cerita Indra.

Karena agama yang diakui Indonesia hanya ada enam, perwakilan tokoh dari enam agama, yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, bertemu dan sepakat membangun rumah ibadah berjajar.

Menurut Indra, pihak developer hanya menyediakan lahan. Sementara biaya pembangunannya dikumpulkan secara swadaya oleh warga dengan mencari sumbangan.

"Yang bertanggung jawab membangun adalah warga. Tentunya, bukan murni warga tetapi banyak penyumbang. Jadi, masing-masing pengurus cari dana dan ada yang dapat dari pemerintah kota, provinsi, ada yang dapat dari pemerintah pusat dapat. Hindu dari pusat dapat, Katolik dari provinisi dapat. Jadi, semua sepakat untuk dibangun bersama," ucap dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com