Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Sebut Kalsel Tak layak Jadi Ibu Kota Baru, Ini Alasannya

Kompas.com - 18/07/2019, 21:28 WIB
Andi Muhammad Haswar,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANJARMASIN, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan hidup (Walhi) menilai, Kalimantan Selatan (Kalsel) tidak layak menjadi Ibu Kota Negara. Banyaknya konflik agraria yang belum terselesaikan menjadi alasannya. 

Koordinator Walhi Kalsel Kisworo mencontohkan, salah satu masalah yang hingga kini belum terselesaikan adalah tanah warga yang dikuasai perusahaan sawit, serta tambang yang memiliki izin pengelolaan maupun eksplorasi.

Konflik ini menurutnya sudah terpelihara selama bertahun-tahun. 

Belum lagi masyarakat Adat Dayak Meratus yang hingga saat ini tidak diakui wilayah adatnya oleh pemerintah.

“Contoh, Masyarakat punya tanah, tapi izin pengelolaan dimiliki oleh perusahaan. Sampai sekarang masalah ini belum selesai. Belum lagi masyarakat Adat Dayak Meratus sampai sekarang belum diakui wilayah adatnya, lalu tergusur terus dan terpinggirkan dan dipinggirkan," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2019).

Baca juga: Kalsel Siapkan 300.000 Hektare Lahan untuk Jadi Ibu Kota Baru

Harusnya, lanjut Kisworo, sebelum menjadi Ibu Kota baru, konflik agraria yang ada sekarang harus diselesaikan terlebih dahulu. Jika perlu dibuat tim khusus untuk melakukan kajian secara mendalam yang harus melibatkan masyarakat sipil dan adat. 

“Diselesaikan dululah sebelum ada konflik baru lagi. Ini baru masalah agraris dan lingkungan, belum lagi masalah sosial budaya, pasti ada perubahan nantinya. Apalagi akan ada jutaan penduduk yang akan eksodus ke Kalsel, ini rawan," ujarnya.

Baca juga: Kalbar Masih Menanti Kejelasan Jadi Lokasi Ibu Kota Baru Indonesia

Terlepas dari masalah konflik agraria yang dipermasalahkan Walhi, Pemprov Kalsel tetap optimis jika ditunjuk menjadi Ibu Kota baru.

Kepala Bappeda Kalsel Fajar menuturkan, Walhi tidak perlu mengkhawatirkan potensi konflik agraria yang mungkin terjadi. Menurutnya, pemerintah pusat melalui program perhutanan sosial telah mengatasi masalah tersebut.

“Sekarang pemerintah melalui Pak Jokowi ada program perhutanan sosial, bagi-bagi sertifikat gratis. Itu maksudnya apa? Supaya warga yang memiliki itu tidak terpinggirkan. Mereka diberi 2 hektare dan program ini jalan terus sampai sekarang," ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru. 

Fajar menambahkan, terkait aspek lingkungan dari aktivitas pertambangan, masalah tersebut sementara ditangani oleh Dinas Energi Sumber Daya Mineral.

“Dari data yang kami miliki, ada sekitar 90.000 bekas tambang di Kalsel, 40.000 sudah direklamasi, sisanya akan dikejar oleh teman-teman di Dinas ESDM untuk ditangani secara baik-baik," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com