Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Bupati Pandeglang Berat Memecat 8 ASN Koruptor

Kompas.com - 05/07/2019, 10:35 WIB
Acep Nazmudin,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PANDEGLANG, KOMPAS.com - Bupati Pandeglang Irna Narulita hanya bisa pasrah menerima surat teguran dari Kementerian Dalam Negeri untuk memecat delapan aparatur sipil negara (ASN) yang terlibat korupsi. Irna mengaku berat untuk menandatangi surat pemecatan terhadap 8 orang tersebut.

 

Bahkan, Irna mengakui pernah mengirimkan surat untuk mengusulkan keringanan hukuman kepada anak buahnya yang terbukti korupsi tersebut.

"Selaku Bupati, perempuan pula, pernah izin mengusulkan ke Menpan RB dan BKN apakah delapan orang ini dapat keringanan, minimal mendapatkan uang pensiun," kata Irna kepada Kompas.com saat dihubungi, Kamis (4/7/2019).

Menurut Irna, surat usulan tersebut sudah disampaikan dua kali. Namun, tidak mendapatkan respons, hingga kemudian datang surat teguran dari Mendagri Tjahjo Kumolo pada 1 Juli 2019 kemarin.

Baca juga: Tanggapan Bupati Pandeglang soal Mobil Dinas Rp 1,9 Miliar yang Jadi Polemik

Irna menolak dikatakan tidak patuh terhadap aturan, lantaran tidak segera memecat delapan ASN korupsi. Menurut Irna, surat usulan disampaikan semata-mata atas dasar kemanusiaan dengan berbagai pertimbangan.

Salah satu alasannya, karena mereka yang terlibat korupsi tersebut sudah mengabdi puluhan tahun dan menjalani hukuman beberapa tahun.

"Saya pikir masih bisa memberikan kesempatan, setidaknya jaminan pensiun untuk hari tua, ternyata memang tidak bisa. Tapi biarlah jadi efek jera bagi ASN untuk menjauhi korupsi," kata dia.

Irna berjanji akan segera  memberhentikan secara tidak hormat delapan ASN tersebut, sesuai dengan perintah Mendagri, yakni dalam waktu 14 hari setelah surat teguran diterima.

Baca juga: Mendagri Tegur 103 Kepala Daerah terkait ASN Korup, Ini Rinciannya

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Kabupaten Pandeglang Ali Fahmi Sumanta mengatakan draft untuk pemberhentian delapan ASN korupsi tersebut sudah diproses di bagian hukum, tinggal menunggu tanda tangan dari Bupati.

"Semuanya sudah diproses tinggal menunggu saja. Walaupun berat, tapi harus kita lakukan," kata Ali Fahmi.

Adapun, kasus yang menjerat delapan ASN tersebu terjadi dalam kurun waktu 2011 - 2015. Mereka sudah menjalani hukuman dan kembali bekerja di lingkungan Pemkab Pandeglang setelah bebas.

"Sudah tidak ada masalah hukum, sudah bekerja aktif dan bagus, semuanya di bagian staf," kata dia. 

Surat teguran

Sebelumnya, Mendagri memberikan teguran tertulis pertama kepada 11 gubernur, 80 bupati dan 12 wali kota di Indonesia.

Mendagri meminta para kepala daerah itu memberhentikan secara tidak hormat alias pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ASN di lingkungan mereka yang terlibat kasus korupsi.

Dari data Kemendagri, dari total 2.357 ASN yang harus diberhentikan secara tidak hormat. Dari jumlah itu, sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten.

Hingga akhir Juni 2019, masih ada sebanyak 275 ASN yang belum diproses oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang tersebar di 11 provinsi, 80 kabupaten dan 12 kota, termasuk Kabupaten Pandeglang yang tercatat ada delapan ASN korupsi yang masih aktif bekerja. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com