BANDUNG, KOMPAS.com – Refaldy Fauzi merenung. Tugas dosen kewirausahaan yang menantang ia dan mahasiswa lainnya membuat bisnis dengan modal Rp 100.000 cukup menguras pikirannya.
Beberapa kali ide muncul, namun mentah lagi. Sebab ia ingin menyuguhkan bisnis baru yang belum pernah ada.
Hingga suatu hari, ia harus mencuci sepatu, aktivitas yang menjadi hobinya sejak kecil. Saat sedang mencuci sepatu, ide baru terlintas.
Ia kemudian berselancar di dunia maya dan dengan keteguhan hati memutuskan untuk membuat bisnis cuci sepatu.
Baca juga: Mengenal Luki, Petani yang Sukses Budidayakan Jagung Warna-warni
“Ketika cari di internet, belum ada bisnis yang bener-bener konsen pada cuci sepatu. Kalau yang gabung dengan laundry baju banyak,” ujar Refaldy kepada Kompas.com mengenang masa lalunya, Rabu (26/6/2019).
Setelah yakin dengan idenya, saat itu, Oktober 2013 ia membuat business plan dan menamakan usahanya “Sneaklin”. Sneaklin berasal dari kata sneakers dan clean yang artinya sepatu yang bersih.
Ia lalu membelanjakan modal Rp 100.000 untuk sabun, sikat, dan packaging. Dari uang Rp 100.000, hanya habis Rp 88.000.
“Customer pertama ya teman kelas. Saat itu harganya Rp 10.000 per pasang,” tutur pria kelahiran Bandung, 1 Agustus 1993 ini menjelaskan.
Dalam waktu 3 bulan, ia mampu membersihkan 250 pasang sepatu. Namun bukan hal mudah menjalankannya.
Baca juga: Sutrisno, Penjual Mi Lidi Berdasi, yang Sukses Curi Perhatian Pembeli
Setiap pagi saat pergi ke kampusnya di Universitas Widyatama, ia membawa tas besar berisi sepatu bersih teman-temannya. Saat pulang kuliah, tas tersebut diisi sepatu kotor.
Sesampainya di rumah di Jalan Katamso, ia mencuci sepatu hingga larut malam. Kadang ia harus terjaga mencuci sepatu hingga pukul 01.00 dini hari.
“Sehari bisa nyuci sampai 20 pasang. Orangtua sempat komplain karena demi sepatu jadi tidur malam. Tapi mau gimana lagi, namanya juga tanggung jawab,” ungkapnya.
Seteleh menyelesaikan tugas tersebut dan mendapat nilai A, ia bertekad untuk melanjutkan bisnis cuci sepatu. Seusai lulus, ia pun berjualan jasa via online dan menarik minat komunitas kampus lain.
Baca juga: Cerita Petani Madiun, Sukses Bangun Wisata Watu Rumpuk Setelah Cengkeh Musnah Diserang Virus
Saat itu, ia menerima pesanan via online kemudian menjemput sepatu, mencucinya sendiri dan mengantarkannya kembali.
Lama-kelamaan ia merasa lelah dan memutuskan untuk mencari tempat. Hingga akhirnya ia menemukan tempat di Jalan Surapati berukuran 2x3 meter dengan harga sewa Rp 1 juta per bulan.