KOMPAS.com - Kematian Patra Marinna Jauhari, seorang petugas kesehatan saat bertugas di Teluk Wondama, Papua, menyita perhatian masyarakat.
Salah satunya dari Bupati Teluk Wondama, Bernadus Imburi. Dirinya menyebut pemberitaan tentang kematian mantri Patra sangat tendensius dan menjelekkan Pemerintah Daerah (Pemda) Teluk Wondama.
Namun, Bupati Imburi mengakui, akses ke Kampung Oya memang sulit karena harus menghabiskan waktu berjalan kaki 4-5 hari.
Salah satu tranportasi yang paling cepat adalah dengan menggunakan helikopter.
Sementara itu, pihak keluarga mantri Patra di Luwu masih berharap dapat membawa pulang jenazah Patra, meskipun saat ini telah dimakamkan di Wasior, Papua.
Baca fakta lengkapnya berikut ini:
Mantri Patra meninggal pada Senin (17/6/2019) lalu diduga karena penyakit malaria.
Jenazah baru dievakuasi menggunakan helikopter yang disewa oleh Pemda Nabire ke Wasior pada Sabtu (22/6/2019) atau empat hari setelah meninggal dunia.
Sebelumnya, Patra ketahui jatuh sakit setelah selesai bertugas di Kampung Oya, Teluk Wondama, selama tiga bulan.
Setelah itu, Patra harus bertahan dengan kondisi kehabisan bahan makanan dan obat-obatan.
Helikopter yang seharusnya menjemput dirinya tak kunjung datang hingga Patra meninggal dunia.
Baca juga: Penjemputan Mantri Patra di Pedalaman Papua Terkendala Heli
Melihat kondisi jenazah sudah tidak memungkinkan untuk dikirim ke kampung halamannya, akhirnya Pemkab Wondama berkomunikasi dengan pihak keluarga agar pemakaman dilakukan di Wondama.
Proses pemakaman Patra dilakukan Senin (24/6/2019), diawali dengan pelepasan resmi pemerintah daerah, sekaligus pemberian penghargaan dan kenaikan Anumerta sesuai SK Bupati Teluk Wondama no.681/201//BUP-TW//VI/2019 tanggal 24 Juni 2019.