Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Rock Balancing Art", Seni Menata Batu Kali di Tengah Derasnya Aliran Sungai

Kompas.com - 18/06/2019, 14:10 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Khairina

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Mengisi waktu libur di akhir pekan dengan melakukan aktivitas menyusun batu di tengah derasnya aliran sungai ternyata menghadirkan sensasi tersendiri.

Hal itulah yang dirasakan sekelompok pemuda asal Cianjur saat melakukan kegiatan yang dikenal dengan istilah Rock Balancing Art itu di aliran Sungai Cibala Pulang, Desa Sukakarya, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Mengambil salah satu spot yang dinilai ideal, para pemuda yang mengatasnamakan diri Cianjur Care Conservation itu mulai menata satu persatu batu kali hingga bersusun, mulai dari lima susun hingga bisa mencapai delapan susun.

Baca juga: Instagramable! Indahnya Seni Mural di Sesetan Denpasar

Dasar yang digunakannya pun tak hanya di atas batu, namun juga pada bekas akar pohon sehingga menghasilkan karya seni yang artistik dan tentunya terlihat lebih estetis.

Luki L. Hakim, seorang pelaku rock balancing atau rock stacking mengatakan, apa yang dilakukannya bukan iseng semata, melainkan terapi dan tentunya juga membawa misi soal lingkungan hidup.

“Untuk diri adalah upaya melatih kesabaran, ketelatenan, keuletan dan presisi. Kalau spiritnya, bagian dari upaya terkecil dalam melestarikan lingkungan, terutama lingkungan di sekitar sungai, karena sebelum berkegiatan kita bersih-bersih dulu di sekitarnya,” tutur Luki kepada Kompas.com, Minggu (16/6/2019) petang.

Meski semua orang bisa melakukannya, namun butuh konsentrasi tinggi saat melakukan aktivitas menumpuk batu tersebut, termasuk olah nafas yang harus dijaga.

Selain itu, pemilihan batu juga perlu diperhatikan, selain untuk mempermudah proses pengerjaannya juga untuk menghadirkan nilai estetika yang tinggi, bahkan "jika beruntung" bisa memberikan kejutan tersendiri.

“Karena dari batu-batu yang telah kita susun itu, setelah diamati ternyata ada yang menyerupai objek tertentu, bahkan ada yang mirip wajah orang,” katanya.

Baca juga: Mengenali Seni Ukir Kayu Khas Bali Lewat Sebuah Buku...

Ia pun mengajak masyarakat untuk mulai memperlakukan alam dan lingkungan sekitarnya dengan perspektif dan cara yang tak biasa tersebut.

“Mengeksplorasi alam tak hanya soal mengambil, namun cukup dengan dinikmati seperti ini,” ujar pria berusia 45 tahun itu.

Menghabiskan waktu berjam-jam di aliran sungai tersebut, mereka pun berhasil menyusun batu di 40 titik dengan jumlah susun bervariatif, dari yang hanya lima susun hingga delapan susun.

“Untuk satu susunan butuh waktu sekitar 20 menit,tergantung tingkat kesulitannya, karena tidak langsung jadi juga. Yang paling sulit pas meletakkan batu terakhirnya, harus pas dan tidak menggoyahkan susunan yang sudah ada. Intinya ngepas poros tekan seperti dalam hukum Fisika,” terang Luki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com