Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mutasi Jabatan Ilegal, DPRD Akan Panggil Plt Bupati Malang

Kompas.com - 14/06/2019, 22:49 WIB
Andi Hartik,
Khairina

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang berencana memanggil Plt Bupati Malang Sanusi terkait mutasi jabatan terhadap 248 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang pada 31 Mei 2019 lalu.

Mutasi tersebut dinilai ilegal karena tidak mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri. Apalagi, status Sanusi masih pelaksana tugas (Plt), bukan bupati definitif.

Baca juga: Kasus Bupati Malang, Pencegahan ke Luar Negeri Seorang Pengusaha Diperpanjang

Ketua DPRD Kabupaten Malang Hari Sasongko mengatakan, rencana pemanggilan itu akan dimulai dengan rapat kerja oleh Komisi I dengan Sekretaris Daerah (Sekda) dan OPD mitra kerja terkait untuk mempertanyakan dasar hukum dilakukannya mutasi jabatan tersebut.

"Kami nanti awali dengan rapat kerja. Rapat kerja dulu Komisi I dengan mitra kerja dan Sekda," katanya kepada Kompas.com, Jumat (14/6/2019).

Hasil dari rapat kerja itu nantinya akan dijadikan bahan untuk memanggil Sanusi selaku Plt Bupati Malang yang mengeluarkan kebijakan mutasi jabatan.

Selain itu, potensi pelanggaran dalam mutasi jabatan itu juga akan disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Timur.

"Hasil rapat kerja kami sampaikan kepada Gubernur dan Kementerian Dalam Negeri tentunya," katanya.

Hari menyampaikan, seorang Plt Bupati bisa melakukan mutasi jabatan asalkan mendapatkan persetujuan tertulis dari gubernur dan Kemendagri. Sedangkan, rencana mutasi jabatan oleh Sanusi ditolak oleh Kemendagri sampai bupati definitif resmi dilantik.

"(Boleh mutasi jabatan) asalkan dapat izin dari gubernur dan Kemendagri," jelasnya.

Baca juga: Injak Temuan Situs Purbakala di Tol Pandaan-Malang, Kunjungan Plt Bupati Malang Menuai Kritik

Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur melalui surat nomor 821.2/5946/204.4/2019 menyampaikan bahwa rencana mutasi jabatan tersebut tidak diterima oleh Kemendagri sampai ada pelantikan bupati secara definitif.

Sementara itu, Sanusi menjabat sebagai Plt Bupati Malang setelah Rendra Kresna berhenti menjabat bupati akibat kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sanusi yang merupakan wakil bupati diangkat jadi plt bupati.

Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch (MCW) M Fachrudin mengatakan, mutasi jabatan tersebut ilegal karena posisi Sanusi masih sebagai Plt Bupati. Hal itu sesuai dengan PP nomor 49 tahun 2008 dan UU nomor 10 tahun 2016.

"Ini ada di PP 49 tahun 2008. Selain itu juga ada di UU 10 tahun 2016. Bupati yang akan
melakukan pergantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten, dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri," katanya.

Fachrudin menjelaskan, kebijakan mutasi jabatan itu berpotensi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Meski begitu, Plt Bupati Malang Sanusi masih berkesempatan untuk mencabut keputusannya.

"Kalau Plt Bupati melakukan mutasi jabatan jelas itu cacat yuridis. Karena Plt tidak memiliki wewenang untuk melakukan itu. Ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama SK bisa di-PTUN-kan atau pembuat keputusan dalam hal ini Plt mencabut kembali SK yang telah dikeluarkan dengan asas contrarius actus," jelasnya.

"Pencabutan itu dibolehkan dalam hukum administrasi. Apalagi jika memang melanggar undang-undang (asas legalitas) dan juga melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)," jelasnya.

Plt Bupati Malang, Sanusi belum bisa dikonfirmasi terkait kebijakannya yang dinilai ilegal itu. Upaya konfirmasi belum direspon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com