Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Masjid Kuno Godhegan yang Dibangun Prajurit Pangeran Diponegoro di Magetan

Kompas.com - 27/05/2019, 11:51 WIB
Sukoco,
Rachmawati

Tim Redaksi

MAGETAN , KOMPAS.com - Suara jemaah berdzikir terdengar dari masjid mungil yang memiliki atap berbentuk tajug bersusun dua. Tajug adalah atap berbentuk piramidal atau limas bujur sangkar yang digunakan untuk bangunan suci

Berbeda dengan masjid lain yang memiliki kubah, atap masjid di Dusun Godhegan Desa Taman Arum Kabupaten Magetan Jawa Timur menggunakan tajug dan masjid tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Magetan

Saat Kompas.com berkunjung di masjid tersebut, Jumat (24/05) seusai salat Jumat, sejumlah warga terlihat membaca Al Quran di dalam masjid. Sementara di serambi masjid yang memiliki atap berbentuk limas, sebagian warga terlihat menyimak buku tafsir kuno yang ditulis tangan pada tahun 1840.

Masjid At Taqwa atau yang dikenal dengan nama Masjid Godhegan memang memiliki belasan kitab Alquran dan tafsir Alquran kuno yang ditulis tangan. Koleksi kitab kuno tersebut saat ini dibungkus dengan kertas tebal dan disimpan pada di lemari khusus agar tidak rusak.

Baca juga: Begini Desain Masjid Karya Ridwan Kamil yang Akan Dibangun di Gaza Palestina

Kiai Hamid, imam masjid generasi keempat mengatakan, Masjid Ghodekan memiliki puluhan koleksi kitab kuno. Namun karena kurangnya perawatan, beberapa koleksi kitab yang berumur hampir satu setengah abad tersebut banyak yang rusak.

"Dulu disimpan begitu saja. Ini baru mau puasa kemarin dilakukan penyimpanan dengan sampul dan lemari khusus. Termasuk digitalisasi oleh PPIM UIN Jakarta,” jelasnya.

Selain kitab kuno, Masjid Godhegan juga memiliki koleksi bedug yang dibuat dari kayu jati utuh. Umur bedug tersebut sama tuanya dengan Masjid Godhegan.

Menurut Kiai Hamid, dulu hanya santri pilihan yang bisa memukul bedug yang diharmonisasi dengan kentongan. Pemukulan bedug harus seirama dengan langkah imam dari rumah menuju masjid.

Kentongan dan bedug akan selalu ditabuh dan tidak akan berhenti sebelum imam menginjakkan kakinya di pintu bagian utara masjid.

"Cerita orang tua dulu begitu. Untuk nabuh bedug ada aturannya. Kan dulu belum ada pengeras suara. Bedug itu sebagai pertanda masuk waktu sholat,” imbuh Kiai Hamid.

Dipugar untuk Mengembalikan Bentuk Bangunan

Struktur bangunan Masjid Godhegan berbeda dengan bentuk masjid pada umumnya. Kayu jati menjadi bahan utama bangunan masjid, mulai dari tiang utama, dinding bahkan atap masjid.

Meski telah beberapa kali direnovasi, empat tiang utama masjid masih dibiarkan asli. Pada balok utama terdapat ukiran penanggalan didirikannya masjid tersebut, yakni tahun 1840.

“Tiang utama sama mustaka masjid atau puncak masjid itu dari kayu jati. Masih asli dari pertama masjid didirikan,” kata Kiai Hamid.

Sebelumnya warga pernah merombak bagian depan masjid dengan bangunan beton dengan bentuk kubah seperti masjid pada umumnya. Namun pada tahun 1997, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Trowulan memugar Masjid Godhegan dan mengembalikan ke bentuk aslinya. Penyelesaian pembangunan kembali Msjid Godhegan membutuhkan waktu hingga empat tahun.

Baca juga: Masa Aksi 22 Mei Datangi Masjid Raya Al Ittihaad untuk Bermalam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com