Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Perempuan, Kepala Dukuh Ini Ditolak Warganya

Kompas.com - 20/05/2019, 07:00 WIB
Markus Yuwono,
Rachmawati

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Pelantikan Yuli Lestari sebagai Kepala Dukuh Pandeyan ditolak oleh warganya karena dia perempuan dan dianggap tidak bisa melayani warga dukuh selama 24 jam.

Padahal, Yuli telah mengikuti seleksi perangkat Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dan telah dilantik oleh Lurah Desa pada Jumat (17/5/2019) bersamaan dengan pelantikan Hari Wantoro sebagai Kepala Dukuh Gatak.

Penolakan Yuli sebagai kepala dukuh dilakukan oleh sebagian warga Dusun Pandeyan dengan beberapa alasan salah satunya karena Yuli seorang perempuan dan dikhawatirkan tidak bisa melayani masyarakat selama 24 jam penuh seperti kepala dukuh sebelumnya.

Baca juga: Sejarah Terjadi, Tiga Caleg Perempuan Asal Sumbar Lolos ke Senayan

Pada hari Minggu (19/5/2019) Kompas.com mendatangai Dukuh Pandeyan untuk menelusuri penolakan tersebut.

Di sebuah pos sejumlah pria paruh baya tampak duduk bersantai. Saat Kompas.com menanyakan rumah kepala dukuh yang baru, raut wajah mereka berubah tidak nyaman. Lalu mereka menunjukkan lokasi rumah di pinggir sawah.

"Dukuh baru kemarin dilantik kok sudah terkenal," kata seorang bapak.

Saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Yuli yang berprofesi sebagai guru PAUD ini menceritakan awal mula ia mendaftar sebagai calon kepala dukuh. Sebelumnya, Yuli adalah anggota Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Desa Bangunharjo yang dilantik tahun 2018 lalu. Namun ia mundur setelah memutuskan mendaftar sebagai kepala dukuh.

Setelah mendapatkan informasi mengenai adanya lowongan kadus Pandeyan, dirinya pun berinisiatif ikut konstetasi di dusunnya. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, salah satu syarat untuk bisa mencalonkan pamong desa adalah didukung 100 orang penduduk setempat. Yuli akhirnya berinisiatif melakukan pencarian dukungan.

"Akhirnya saya dapat 150 KTP dan karena karena syaratnya hanya 100 KTP maka hanya saya pakai 100 KTP," ucapnya.

Ia dinyatakan lolos seleksi administrasi bersama lima orang calon lainnya dan mengikuti seleksi pada 4 Mei 2019 di Universitas Widya Mataram. Ia harus melalui tes tertulis hingga pidato. Namun dia tidak menunggu hasil tes yang diumumkan pada malam hari.

Salah seorang kerabatnya kemudian menghubunginya dan mengatakan jika dia memperoleh nilai terbanyak saat seleksi kepala dukuh.

"Sekitar jam 10 malam itu bapak saya datang ke rumah. Bilang sama saya kalau mau didemo karena ranking 1. Terus beberapa hari kemudian ada yang pasang spanduk menolak perempuan jadi dukuh itu," ucapnya.

Baca juga: Perempuan Perekam dan Penyebar Video Ancaman Penggal Kepala Jokowi Dijerat Pasal Makar

Disinggung mengenai dasar penolakan, dirinya tidak mengetahui secara pasti. Namun sesuai dengan peraturan yang berlaku, dirinya sudah mengikuti prosedur dan tidak ada yang dilanggar.

"Saya tanya ke saudara saya, terkait penolakan. Katanya karena saya perempuan, galak, dianggap tidak melayani masyarakat karena suami saya Ketua RT 1 susah dimintai minta tanda tangan dan dianggap saat RT 1 dapat pemberitahuan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap) tidak disampaikan ke warga" ucapnya.

Padahal menurutnya, terkait masalah PTSL, dirinya bukan anggota pokmas (Kelompok masyarakat) sehingga tidak memiliki kewenangan. Saat itu, dia sempat didatangi oleh salah seorang ketua RT lain dan kebetulan suaminya tidak ada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com