Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Mahasiswa ITB soal Pemilu 2019: Arti Satu Suara hingga PR untuk Presiden Terpilih

Kompas.com - 30/04/2019, 10:14 WIB
Reni Susanti,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Meski telah usai, keriuhan Pemilu 2019 masih terasa hingga saat ini. Obrolan terkait pemilu, masih berlangsung di warung kopi, perkantoran, rumah-rumah, tak terkecuali kampus.

Seperti di Institut Teknologi Bandung (ITB). Mahasiswa ITB masih terus mengikuti perkembangan pemilu.

Sebab sebagai bagian dari suara 5 juta pemilih pemula versi Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) Ditjen Dukcapil, mereka ikut menentukan nasib Indonesia ke depan.

“Pemilu tahun ini menarik, seperti debat-debatnya yang menarik dan hot. Karena ga ada TV, saya bela-belain streaming di Youtube,” ujar Anindyta Puspita Ningrum, mahasiswa Teknik Geologi ITB kepada Kompas.com di Kampus ITB, Jalan Ganesha Bandung, Senin (29/4/2019) malam.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Kriteria Presiden Masa Depan dan Harapan bagi Presiden Terpilih

Dari debat tersebut, mahasiswa angkatan 2015 ini melihat, salah satu calon terlihat ambisius. Calon lainnya, karena petahana, masyarakat bisa menilai kinerjanya.

Selain itu, mahasiswa Teknik Geologi ITB lainnya, Bonardo Damanik menambahkan, hal menarik lainnya dalam Pemilu 2019 adalah fanatisme pendukung kedua kubu.

Arti Satu Suara

Pengalaman berbeda dirasakan Onasis C Naibaho dan Dahlia Maria Simamora, mahasiswa Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB angkatan 2018.

Bagi mereka, Pemilu 2019 adalah pengalaman pertamanya memilih dan dilaksanakan di luar tanah kelahirannya, Sumatera Utara.

Meski berada jauh dari daerah asalnya, mereka tetap memilih di Bandung. Sebab mereka merasa, satu suara bisa menentukan masa depan Indonesia.

“Awalnya sih pernah merasa apa perlunya satu suara, toh satu suara ga penting. Tapi begitu dipikir, satu suara bisa menentukan masa depan bangsa, Indonesia tuh ada di tangan kamu,” ujar Onasis.

Dahlia merasakan hal serupa. Dulu saat orangtuanya memilih, kerap muncul pertanyaan untuk apa memperjuangkan satu suara.

Namun, jika ada 10.000 orang yang berfikir demikian, itu sama saja dengan membuang suara. Itulah mengapa ia bersemangat untuk memilih.

“Saya merasa, oh ini ya euforia yang dirasakan setiap orang yang memilih. Ternyata kita sebegitu berperannya untuk menentukan masa depan kita sendiri,” tuturnya.

Baca juga: Kata Mahasiswa Unpad soal Pemilu 2019: Panasnya Atmosfer hingga Sistem yang Rumit

Demokrasi dalam Keluarga

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com