Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencicipi Ulat Berukuran Jumbo, Kuliner Ekstrem dari Gunungkidul

Kompas.com - 25/04/2019, 10:18 WIB
Markus Yuwono,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Awal April lalu, sempat dihebohkan dengan Eli Yulianti, gadis asal Medowo, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang memiliki hobi bermain dengan ulat berukuran besar.

Warga lokal di Gunungkidul, Yogyakarta, menyebut ulat berukuran jumbo ini  dengan nama ulat jedung. Ulat ini menjadi makanan yang unik karena tidak setiap hari ada.

Seperti masyarakat di Padukuhan Singkil, Desa Giring, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul. Warga setempat sudah terbiasa mengolah ulat dan kepompong yang berukuran cukup besar dan dilakukan turun temurun.

Ulat jedung yang memiliki dominasi warna hijau dengan bulu sedikit dan lembut dan ukurannya sepertu ukuran jempol orang dewasa ini, diolah dengan bumbu bacem, ataupun gurih.

Baca juga: 6 Cara Wisata Kuliner Ramah Lingkungan

Warga juga memasaknya dengan cara dibakar, tergantung selera.

Saji (58), salah seorang warga Dusun Singkil mengatakan, untuk diolah menjadi makanan, ulat jedung masuk fase menuju kepompong, ataupun sudah menjadi kepompong.

Untuk mencari ulat jedung tidak mudah, karena membutuhkan kejelian karena hidup diantara pepohonan. Ulat yang sudah akan menjadi kepompong biasanya hidup dalam daun kering.

Menggunakan bambu, mereka mengambil kepompong dari sela daun.

"Rumah Kepompong itu warnanya coklat terbuat daun kering. Jadi kita harus cermat untuk mecarinya. Kalau sudah ketemu kita ambil menggunakan bambu itu," kata Saji kepada wartawan di rumahnya Rabu (24/4/2019).

Baca juga: Berkunjung ke Hanoi, Jangan Lewatkan Kuliner Tradisional Kue Udang

Rumah kepompong tidak mudah untuk dikupas, apalagi mengelurkan ulat atau kepompong karena bertekstur keras. Kepompong harus dibuka menggunakan pisau atau gunting.

Setelah dibuka, kepompong dan ulat diletakkan dalam wadah untuk dicuci hingga bersih. Lalu dimasak sesuai selera.

Meski wujudnya menyeramkan, tapi keberadaan ulat jedung ini banyak dicari.

Meski ukuran jumbo, tidak berbahaya bagi yang memegangnya. Ulat ini tidak menimbulkan efek samping seperti gatal ketika menyentuhnya.

Dia mengaku mencari untuk dikonsumsi sendiri. Namun, tak sedikit pula masyarakat yang menjualnya. Kemunculan ulat jedung sudah beberapa bulan terakhir di wilayahnya.

"Tapi kalau misal dapat banyak ya mungkin bisa dijual," ucapnya.

Untuk memakannya masyarakat mengupas kulit kepompong ataupun ulat jedung, seperti memakan udang. Rasa gurih bercampur bumbu bacem terasa nikmat jika dikonsumsi.

"Gurih enak, keluarga saya ketagihan. Hampir setiap sore sepulang kerja, saya selalu mencari," ucapnya.

Salah seorang warga Dusun Singkil, Kelvian Adi mengaku belum pernah makan kepompong maupun ulat jedung. Meski diakuinya warga sekitar rumahnya setiap sore mencari ulat ini.

"Gak suka karena geli ukurannya gede-gede begitu. Kalau ulat jati masih bisa makan,"katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com