Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi, Makan Nasi Campur Air Garam

Kompas.com - 28/03/2019, 07:21 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com — Iman Taufik Ramadhan dan Sajidin tampak lahap menyantap makan siangnya. Menu kali ini ada nasi, ikan, telur, dan sayur.

“Enak ini, ikannya juga jauh lebih besar,” ujar Iman, mahasiswa semester III Ilmu Peternakan Unpad mengomentari keberadaan Kantin Saridhona di Unpad, Jatinangor, Senin (25/3/2019).

Keberadaan kantin ini bagi mahasiswa penerima Bidikmisi seperti dirinya merupakan angin segar karena mahasiswa bisa makan sepuasnya, bayar seikhlasnya di segala situasi.

Sebab bukan cerita aneh jika penerima beasiswa Bidikmisi kesulitan makan. Ini karena uang saku sebesar Rp 650.000 per bulan kerap telat cair.

“Telatnya satu bulan, tapi kemarin ada senior yang telatnya sampai dua bulan,” tutur Iman.

Baca juga: Kisah Mahasiswa Polisikan Rektor di Riau, Dicap Penyebar Fitnah hingga Dilempar Disertasi 250 Halaman

Bagi mahasiswa yang masih mendapatkan dana dari orangtua, keterlambatan ini tidak jadi soal.

Namun, hal itu jarang terjadi karena penerima beasiswa Bidikmisi rata-rata berasal dari keluarga tidak mampu dari sejumlah daerah.

Banyak orangtua melepas dan memberikan kepercayaan penuh kepada sang anak untuk menjalankan kuliah begitu diterima kuliah dengan bantuan dana Bidikmisi.

Karena itu, ketika uang beasiswa telat cair, para mahasiswa ini harus memutar otak agar tetap bisa bertahan.

“Kalau saya beli telur (satu) kemudian digoreng dan dibagi tiga. Masing-masing untuk makan pagi, siang, dan malam,” ungkap Iman sambil tertawa.

Baca juga: Kisah Mahasiswa ITB Sisihkan 351 Peserta IMC di Bulgaria

Ia masih terbilang beruntung. Sebab beberapa temannya mengalami hal lebih sulit. Ada yang sengaja main ke rumah temannya yang tinggal di Bandung untuk menumpang makan.

Ada pula yang membuat air putih dicampur garam dan vetsin sebagai kuah campuran nasi. Bahkan, ada juga yang memilih menahan lapar.

Sebagai ketua angkatan, Iman kerap mendengarkan keluh kesah teman-temannya. Salah satunya saat beasiswa telat cair.

“Ada juga yang putus kuliah karena orangtua sakit kanker kemudian meninggal. Jadi, dia harus bekerja untuk membantu keuangan keluarga,” kata mahasiswa asal Sukabumi ini.

Mahasiswa penerima Bidikmisi lainnya, Sajidin, mengungkapkan hal serupa. Ia harus berhemat untuk menyiasati saat beasiswa telat cair.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com