Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Penggunaan Kayu Bakar dan Gas, Keuskupan Ruteng Kembangkan Biogas

Kompas.com - 11/03/2019, 13:02 WIB
Markus Makur,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

RUTENG, KOMPAS.com - 80 Paroki di Keuskupan Ruteng, Flores Barat, NTT, berencana mengembangkan biogas ramah lingkungan untuk keperluan memasak, menyalakan lampu, hingga untuk pupuk organik. 

Hal ini dilakukan untuk membatas penggunaan kayu yang berakibat pada keberlanjutan hutan dan lingkungan hidup, serta meminimalisir polusi.

Komisi Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Ruteng Pastor Robertus Pelita mengatakan, pilot proyek biogas awalnya dilakukan di Kabupaten Manggarai Barat. Proyek biogas di sini menggunakan limbah dari asrama Seminari Labuan Bajo dan komplaks Kevikepan Labuan Bajo.

Dari kloset asrama, limbah langsung dialirkan ke biodigester. Gas dari proses ini bisa untuk menyalakan kompor untuk keperluan memasak. Sementara hasil biodigester berupa limbah cair dan padat menjadi pupuk organik.

Proyek ini berhasil sebab mampu menghasilkan sayuran dan buah naga yang enak rasanya. Karena dianggap berhasil, kemudian proyek diperluas ke Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.

Untuk Kabupaten Manggarai, pilot proyeknya dikembangkan di lahan Keuskupan di Leda, Kelurahan Leda, Kecamatan Langke Rembong, dengan bahan kotoran sapi.

Baca juga: Mengolah Limbah Ampas Tahu Menjadi Biogas yang Bermanfaat...

“Ada tiga biodigester atau bioreactor berhasil dikembangkan dalam dua bulan ini. Gas-gas dari kotoran sapi itu bisa disambungkan di kompor gas untuk memasak air minum dan masak nasi,” jelas Pastor Robertus, Senin (11/3/2019).

Rencananya, pengembangan biodigester atau bioreactor dilakukan di 80 paroki di wilayah Keuskupan Ruteng. Untuk itu, dilaksanakanlah pelatihan, studi lapangan dan praktik kepada pengurus Gereja dari 80 paroki dalam program Training of Trainers (TOT). 

Menurut Pastor Robertus, biogas sangat menghemat dari pemakaian minyak tanah dan gas. Gas-gas yang dibuat pembangkit tidak akan meledak seperti tabung gas serta minyak tanah.

Selain itu, tidak membutuhkan modal besar. Untuk membangun biodigester sederhana hanya membutuhkan modal Rp 3 juta-Rp 5 juta. Namun dengan modal sebanyak itu, bisa digunakan sepanjang masa.

Bahan-bahan untuk pembuatan biodigester juga mudah didapat seperti drum, plastik, fiber serta pipa dan lem.

"Pengerjaannya juga hanya membutuhkan satu atau dua hari,” jelas Pastor Robertus.

Baca juga: Ubah Limbah Tempe Jadi Biogas, Langkah Kecil Jaga Kebersihan Sungai

Hemat energi dan biaya

Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng Pastor Marthen Chen mengatakan jika Gereja Katolik selalu berpihak pada upaya-upaya untuk mengurangi polusi dan mengembangkan program ramah lingkungan.

"Pertanian holtikultura organic yang menghasilkan sayur-sayuran dan buah-buahan organik. Banyak restaurant di Kota Ruteng menjadi pelanggan dari Keuskupan Ruteng untuk sayur organic dan buah-buah organik,” jelasnya.

Menurut dia, pengembangan biogas bisa mengurangi pemakaian kayu api, minyak tanah dan tabung gas untuk keperluan rumah tangga bagi 700.000 umat Katolik di Keuskupan Ruteng.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com