Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dihadapan Petani, Jokowi Cerita Upaya Pemerintah Dongkrak Harga Karet

Kompas.com - 09/03/2019, 18:19 WIB
Aji YK Putra,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Rendahnya harga karet dikalangan petani dikarenkan saat ini ekonomi dunia sedang mengalami penurunan sehingga ikut terdampak di Indonesia.

Hal itu diutarakan Presiden Joko Widodo ketika bersilaturahim dengan para petani karet se-Provinsi Sumatera Selatan, di Balai Pusat Penelitian Karet Sembawa, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sabtu (9/3/2019).

Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini masih terus berupa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, meskipun ekonomi dunia sedang turun.

Hal itu juga menurutnya sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak harga karet yang sedang turun.

Baca juga: Ini Kata Jokowi soal Ibu yang Terobos Paspampres Saat Peresmian Tol

"Kalau ekonomi dunia turun, artinya permintaan juga turun. Atas apa? Ya untuk barang-barang. Misalnya kelapa sawit. Kalau permintaan sawit turun, harga otomatis juga ikut turun. Batu bara, permintaan turun, harga juga turun. Termasuk karet juga sama. Inilah problem besar kita karena ekonomi dunia belum normal," kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan, pemerintah sudah melakukan upaya-upaya untuk mendongkrak harga karet.

Pertama, pemerintah sudah berkomunikasi dengan negara-negara produsen karet lain di dunia seperti Malaysia dan Thailand.

"Kita sudah berhubungan dengan menteri-menteri mereka. Untuk mengendalikan agar suplai ke pasar bisa diturunkan. Barangnya kurang, berarti harga bisa kedongkrak naik. Tapi, yang namanya negosiasi dengan negara lain tidak mudah," kata Jokowi.

Meski tidak mudah, Presiden menuturkan bahwa tiga minggu lalu, komunikasi sudah dilakukan dengan Malaysia dan Thailand. Hasilnya sudah mulai terasa, yakni harga karet mulai merangkak naik dua pekan terakhir ini.

Baca juga: Katanya Jokowi Presiden, Banyak Kriminalisasi Ulama, Ulama yang Mana?

"Dulu Rp 5.000-Rp 6.000, sekarang Rp 8.300 sampai Rp 9.000. Ini harus disyukuri karena ekonomi dunia masih pada posisi yang belum baik. Tetapi, akan menuju normal kembali," ujar Jokowi.

Upaya kedua yang dilakukan pemerintah adalah dengan menggunakan karet sebagai bahan campuran untuk mengaspal jalan. Program ini, lanjut Presiden, sudah dicoba di tiga provinsi, yaitu Sumatra Selatan, Riau, dan Jambi.

"Sudah dicoba dan hasilnya bagus. Tapi, harganya lebih mahal sedikit. Enggak apa-apa, beli. Saya perintahkan. Enggak apa-apa harga jalan lebih mahal sedikit, tapi kualitas lebih baik," ungkap dia. 

Selanjutnya, Presiden ingin agar program ini dilakukan di semua provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia tidak akan terlalu tergantung kepada pasar luar negeri dalam menjaga harga karet.

Baca juga: Jokowi Targetkan Tol Palembang-Lampung Diresmikan Juni

"Sebagian harus kita gunakan sendiri sehingga suplainya ke dunia berkurang, harga akan terdongkrak naik. Salah satunya kita akan pakai karet untuk aspal," kata Jokowi.

Upaya ketiga yang dilakukan pemerintah adalah dengan memaksimalkan sektor industri. Terkait hal ini, Presiden telah memerintahkan Menteri Perindustrian agar Indonesia tidak terlalu banyak mengekspor produk mentah melainkan produk jadi.

"Kita harus punya pabrik di sini. Sehingga tidak usah jauh-jauh. Karena pasar dunia sukanya mengatur. Kelihatan stok banyak tahan dulu, harga jatuh baru dibeli. Sehingga ya itu problem besarnya adalah pasar dunia yang belum normal. Kita ingin industri yang berkaitan dengan bahan baku karet entah ban, sarung tangan, dan lain-lain," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com