ACEH BESAR, KOMPAS.com - Bukhari harus menguatkan diri menggantikan putrinya mengikuti prosesi wisuda yang berlangsung di gedung Auditorium Ali Hasyimi, UIN Ar’Raniry Banda Aceh, Rabu (27/2/2018).
Rina Muharam, putri Bukhari meninggal dunia pada 5 Februari 2019 lalu usai mengikuti sidang skripsi. Rina tak bisa mengikuti wisuda yang dia telah perjuangkan selama ini. Bukhari menggantikan putri sulungnya itu mengambil ijazah hasil perjuangan putri kesayangannya selama bertahun-tahun.
Bukhari mengaku tak kuasa menahan air mata kesedihan saat menghadiri wisuda untuk menggantikan putrinya.
Karena seluruhnya mahasiwa lain, kawan dari putrinya itu mengikuti wisuda lengkap didampingi orangtua mereka masing-masing.
“Saat Rina meninggal saya hanya sedih saja, tapi kemarin saya tidak sanggup menahan air mata, karena melihat suasana mahasiswa lain yang didampingi orang tua mereka, mungkin inilah kebanggan yang terakhir dapat saya persembahkan untuk almarhumah untuk ikut menggantikan saat wisuda, dan ijazahnya akan menjadi kenang-kenangan bagi kami keluarga untuk selamanya," ujarnya saat ditemui Kompas.com di kediamannya di Desa Cot Rumpun, Kecamatan Montasik, Kabupaten Aceh Besar, Kamis (28/2/2019).
Baca juga: Panggul Buku dan Berjalan Kaki, Ini Kisah Ibu-ibu Rinjing Pustaka Karanganyar
Bukhari terlihat tegar meski matanya berkaca-kaca saat menceritakan kisah anaknya yang baik dan berprestasi sejak dari dari kecil.
Nama Rina Muharami merupakan gabungan dari nama ayah, ibu dan bulan Hijriah. Rina lahir pada bulan muharam di Bayu, Aceh Besar 15 Mei 1996.
Usai menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Unggul Ali Hasjmy, Rina memilih kuliah di Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah, UIN Ar Raniry Banda Aceh.
Sejak masuk kuliah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN AR-Raniry Banda Aceh tahun 2014, anak sulung Bukhari itu tak pernah mengeluh, ia sangat rajin dan giat belajar.
Setiap hari Rina berangkat dan pulang kuliah dari kampungnya Desa Cot Rumpun, Aceh Besar ke Kampus UIN banda Aceh dengan menggendarai sepeda motor.
“Patuh kepada orangtua dan taat kepada agama sejak usianya masih kecil, dia tidak pernah mengeluh. Kalau jajan sehari-hari yang penting kami kasih cukup untuk ngisi BBM sepeda motornya, satu hari kadang-kadang hanya saya kasih Rp 5.000,” kenangnya.
Meski jadwal kuliah di Jurusan Kimia terbilang sangat padat, Rina setiap malam juga ikut mengaji di salah satu pesantren yang jaraknya sekitar 3 kilometer dari rumahnya, di Aceh Besar.
Bahkan, dijadwal kuliahnya yang padat, Rina menyempatkan diri untuk mengajarkan anak-anak mengaji.
Sakit tifus
Sebelum meninggal, pada saat proses penelitian dan pembuatan skripsi, Rina mulai tampak mengalami gejala sakit tifus. Namun, walau dalam kondisi sakit Rina tetap terlihat sangat semangat untuk menyelesaikan skripsinya.