Selain serat gebang, materi lainnya adalah daun bambu kering. Untuk daun bambu kering, digunakan sebagai bahan ‘keramik’ yaitu lapisan keras yang dapat menahan peluru menembus tubuh.
“Sisal fungsinya untuk meredam putaran peluru sedangkan keramik tadi berfungsi untuk menahan peluru menembus tubuh,” terang Anjany.
Serat sisal cukup dirajut. Sedangkan daun bambu kering melewati proses yang lebih panjang.
Baca juga: Kolaborasi Riset Kebencanaan Indonesia-Inggris Senilai Rp 31 Miliar
Daun bambu kering mula-mula dikumpulkan lalu digunting sehingga ukurannya lebih kecil.
Daun bambu tersebut kemudian dipanaskan dalam oven lalu ditumbuk dan diayak. Setelah diayak, tepung daun bambu tersebut dicampur dengan sejumlah bahan lain sehingga jadi keras dan bisa menahan peluru.
Uji coba dengan peluru tajam
Dibutuhkan waktu satu bulan untuk menghasilkan prototype anti-peluru. Setelah menghasilkan prototype, dilakukan uji tembak di lapangan Tohpati, Denpasar milik Perbakin.
“Uji coba pertama ditembak 3 kali dengan jarak tembak 5 sampai 15 meter, menggunakan peluru tajam ukuran 9 milimeter,” terang Awin.
Pada tembakan pertama peluru tidak bisa menembus prototype. Demikian pula tembakan kedua. Namun, pada tembakan ketiga lapisan keramik pecah.
Tim kemudian melakukan evaluasi. Dari evaluasi tersebut ternyata serat gebang perlu dirajut dan bahan dasar keramik perlu perbaikan komposisi material.
“Setelah seratnya dirajut dan komposisi bahan pembuat keramiknya diatur lagi maka hasilnya lebih baik. Pada tembakan ketiga hanya retak,” ucap Awin.
Rompi anti peluru karya Anjany dan kawan-kawan memiliki sejumlah kelebihan. Di antaranya berat total hanya 2 kilogram. Berbeda dengan rompi anti-peluru umumnya yang beratnya bisa mencapai 10 kilogram.
Kemudian, bahan yang digunakan bersumber dari lingkungan sekitar. Jika dikembangkan serius bisa ikut mendongkrak ekonomi warga yang menanam gebang.
Raih emas
Karya mereka lalu dipamerkan di ajang lomba penelitian Thailand Inventor Day (TID) di Thailand pada 2 – 6 Februari 2016.
Pada ajang ini karya siswa-siswa SMAN 3 Denpasar ini berhasil menyabet medali emas untuk kategori bahan.
“Waktu itu rasanya terharu sekali dapat emas, memang benar kata orang hasil tidak mungkin mengkhianati proses,” kenang Anjany.
Rencananya, hasil karya ini akan didaftarkan sebagai Hak kekayaan Intelektual (HAKI). Anjany dan kawan-kawan menyadari hasil karya mereka masih jauh dari sempurna.
Masih ada sejumlah kekurangan yang harus diperbaiki. Misalnya desain rompi agar fleksibel di berbagai medan, rajutan yang harus disempurnakan lagi, serta menemukan formula baku agar bisa dikembangkan lebih lanjut.
“Ada niat terus mengembangkan karena belum puas hasilnya seperti ini. Tapi kami tetap bangga karena ini adalah hasil karya pertama yang mendapat penghargaan tingkat internasional,” ujar Anjany.