Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aneka Tradisi Persiapan Warga Tionghoa Menyambut Imlek...

Kompas.com - 04/02/2019, 19:26 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


SEMARANG, KOMPAS.com - Hari Raya Imlek akan diperingati, Selasa (5/2/2019) esok. Berbagai persiapan perayaan dilakukan oleh warga Tionghoa, termasuk Hermawan atau Liong Hwa Hing, di tempat tinggalnya di Semarang, Jawa Tengah, Senin (4/2/2019) sore.

Kompas.com berkesempatan melihat secara dekat proses persiapan perayaan Imlek di rumah Hermawan, di kawasan Pecinan, Semarang.

Tiba di tempat tinggalnya, dua buah puisi menggantung di sisi pintu bagian kanan-kiri, serta satu pantun berada di atasnya. Pantun dikemas dengan ornamen warna merah.

Baca juga: Menengok Suasana Wihara di Petak Sembilan Sehari Jelang Imlek...

Dalam tradisi China, sebelum tahun baru, harus memasang kertas merah berisi pantun, lalu ditempel di samping pintu.

Pantun itu berisi doa-doa, yang umumnya ingin negara makmur, aman, kuat, dan dagangannya laris.

Masuk di ruang tamu, sebuah lampion merah menggantung di plafon. Di tempat yang sama, sebuah pohon mei huwa, dipajang begitu apik, di sisi tempat peribadatan.

"Pohon mei huwa ini simbolis. Pohon ini beda, karena pohon itu tahan dingin. Semakin dingin, pohon malah berbunga," ujar pemerhati Tionghoa Semarang ini.

Pohon mei huwa, kerap dijumpai saat perayaan Imlek. Namun, saat ini, hanya orang tertentu yang memajang pohon itu di tempat tinggal masing-masing.

Menurut dia, pohon mei huwa tidak banyak disukai, terutama oleh kalangan muda. Anak muda kerap mencari kepraktisan, dan enggan berbuat hal-hal yang rumit.

"Itu sifatnya tidak wajib, hanya sifatnya kesukaan masing-masing," ujar dia.

Hermawan sendiri yang membuat rangkaian pohon itu di dalam rumahnya hingga terlihat cantik. Dia merangkai bunga satu persatu ke tangkai.

Selain pohon mei huwa, keberadaan tebu yang dipajang di belakang pintu rumah juga mulai jarang dijumpai. Tebu, kata dia, adalah simbol kemakmuran, namun kini mulai ditinggalkan.

"Dulu tradisi (Imlek) itu tiap rumah tangga di belakang pintu dikasih tebu. Sekarang tidak lagi, karena generasi (saat ini) tak mau repot. Kalau lihat di pasar malam (Semawis), pasti ada bapak-bapak yang jualan tebu, itu maksudnya dibeli rumah tangga lalu ditaruh di belakang pintu. Itu lambang pengayoman, lambang keselamatan," tambah dia.

Baca juga: Tradisi Ruwatan Saat Imlek, dari Melepas Binatang hingga Potong Rambut

"Tebu sebagai pengayom manusia," ujar dia lagi.

Namun, di luar itu, kata dia, tradisi mempersiapkan kuliner, hiasan rumah, hingga pernak pernik lain sebagian masih dipraktikan. Dalam perayaan Imlek di Semarang, misalnya, rumah tangga harus menyediakan kue keranjang.

Namun, untuk kuliner yang lain, sesuai dengan kemampuan keluarga.

"Imlek, makanan serba manis. Kalau manis, lambang bahagia dan enak," ujar dia.

"Yang khusus itu kue keranjang, yang sekarang sudah dijual dengan macam bervariasi. Itu buatan tepung ketan. Bisa disimpan selama 1 tahun," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com