KOMPAS.com — Pengakuan Amiruddin (43), pria yang berjalan dari Sumatera Utara ke Banyuwangi untuk mencari ibu kandungnya, menjadi sorotan di Kompas.com pada hari Minggu (27/1/2019).
Amir mengaku, dirinya hanya memenuhi nazarnya berjalan kaki dari Medan ke Banyuwangi setelah sembuh dari penyakitnya, bukan untuk mencari ibu kandungnya.
Selain itu, perselisihan kakak dan adik kandung karena warisan berujung maut. Sang kakak, Wadiyo (72), nekat membacok adik kandungnya, Radi (54), dengan sebilah sabit hanya karena batas tanah warisan. Berita dari Grobogan ini juga mendapat perhatian pembaca.
Radi meninggal setelah mengalami luka serius usai bertikai dengan kakaknya sendiri, Wadiyo.
Berikut ini berita populer Nusantara secara lengkap:
Amiruddin (43) meminta maaf kepada para relawan dan masyarakat yang telah membantunya. Dirinya mengaku tidak memiliki keluarga atau ibu kandung di Banyuwangi.
Seperti diketahui, Amiruddin menjadi sorotan media ketika mengaku bernazar akan berjalan kaki dari Sumatera Utara ke Banyuwangi untuk mencari ibunya setelah sembuh dari sakit.
Selama perjalanannya ke Banyuwangi, banyak relawan dari beberapa kota yang dilintasi datang untuk memberi bantuan.
Ada yang memberi makanan, penginapan, dan bahkan uang. Bantuan uang tunai yang diterima Amiruddin mencapai Rp 74 juta.
Lalu bagaimana sikap kepolisian terhadap perbuatan pria asal Sumatera Utara tersebut?
Baca berita selengkapnya: Amir Minta Maaf Berbohong, Jalan Kaki dari Medan-Banyuwangi Bukan untuk Temui Ibu
Radi (54), warga Desa Jetis, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tewas di dalam rumahnya setelah dibacok kakak kandungnya, Wadiyo (72), menggunakan sebilah sabit, Minggu (27/1/2019) pagi.
Wadiyo nekat menghabisi nyawa adiknya sendiri karena berselisih paham tentang batas tanah warisan.
Kasat Reskrim Polres Grobogan AKP Agus Supriyadi Siswanto mengatakan, jasad korban kemudian dibawa ke puskesmas terdekat untuk diperiksa. Hasilnya, korban mengalami luka serius akibat sabetan senjata tajam.