Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Turun, Aktivis Ancam "Class Action"

Kompas.com - 24/01/2019, 06:00 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – SK 25/MENLHK/SETJEN/PLA2/1/2018 tertanggal 10 Januari 2018 tiba-tiba muncul di permukaan awal tahun ini dan membuat kaget para aktivis lingkungan.

SK ini berisi perubahan fungsi pokok kawasan hutan dari sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas 2.391 hektare dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas 1.991 hektar menjadi Taman Wisata Alam.

“Kami kaget, SK ini sudah satu tahun. Kami sendiri baru tahu awal bulan ini,” ujar Koordinator Aliansi Cagar Alam Jabar, Kidung Saujana kepada Kompas.com di Bandung, Rabu (23/1/2019).

Selain alasan pariwisata, pihaknya mencium ada intervensi dari perusahaan yang berkepentingan dengan dibukanya cagar alam.

Baca juga: Aktivis Lingkungan Tolak Penurunan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan

“Kami harus berjuang. Karena informasi yang kami dapat ada beberapa status cagar alam yang akan diturunkan. Kalau ini kami biarkan, hal serupa akan terus terjadi,” katanya.

Relawan Safety Arus, Pepep mengatakan, cagar alam merupakan status tertinggi dalam kawasan konservasi. Seharusnya kawasan tersebut steril dari aktivitas manusia, terutama yang sifatnya mengeksploitasi dan merusak.

“Itu jelas tercantum dalam UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,” imbuhnya.

Dengan status cagar alam saja, sambung Pepep, saat ini kerusakan sudah terlihat. Misal pemotor trail yang membuka jalur di sana.

Baca juga: Ridwan Kamil Diminta Bertindak soal Turunnya Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan

Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 14 jalur trail yang menyebabkan sedimentasi tanah terbawa arus air yang bermuara di Danau Ciharus.

“Kedalaman tanah akibat aktivitas motor trail beragam, dari 1 meter hingga 5 meter,” tutur Pepep.

Belum ditambah kerusakan yang diakibatkan pendaki gunung, perambah hutan baik masyarakat maupun industri, hingga pemburu.

Untuk itu, ada beberapa langkah yang akan diambil untuk menolak penurunan status. Yakni sosialisasi, mengumpulkan petisi, aksi simpati, aksi damai, dan advokasi litigasi.

Class Action

Untuk advokasi litigasi, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup.

“Walhi meminta data siapa tim pengkajinya dan apa hasilnya. Lalu mereka (KLHK) kan buat tim terpadu, kami ingin tahu siapa saja dan apa hasilnya,” ujar Dedi Kurniawan dari Forum Komunikasi Sadar Konservasi Indonesia yang merupakan bagian dari Walhi.

Surat tersebut, sambung Dedi, belum mendapat tanggapan. Jika sampai Februari tidak ada tanggapan, pihaknya akan melayangkan gugatan informasi publik.

“Atau mengajukan class action di PTUN,” ungkapnya.

Perwakilan Profauna Indonesia, Herlina Agustin mengatakan, jika cara sosialisasi dan aksi damai tidak berhasil mengembalikan status cagar alam, pihaknya akan menumpuh alur hukum.

“Kalau harus menempuh jalur hukum, kami akan tempuh. Walaupun kami harus berhadapan dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki dana besar. Tapi kami memiliki semangat,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com