KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku siap diperiksa terkait laporan pose satu jarinya di acara harlah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di GOR Padjajaran, Kota Bandung.
Dia dilaporkan oleh Aliansi Anak Bangsa (AAB) ke Bawaslu, sedangkan Bawaslu menyebutkan, setiap orang yang sudah menjadi kepala daerah wajib bersikap netral di hadapan masyarakat saat menjalankan aktivitas kedinasan atau bukan, baik saat hari kerja maupun saat libur.
Berikut ini fakta lengkap kasus satu jari Ridwan Kamil di acara Harlah PKB:
AAB melaporkan orang nomor satu di Jawa Barat, Ridwan Kamil, ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pose satu jari di acara harlah PKB beberapa waktu lalu. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun menanggapi dengan menyatakan siap untuk diperiksa.
"Jadi saya dilaporkan ke Bawaslu, pertanyaan saya, jika dipanggil saya akan hadir enggak ada masalah bentuk ketaatan kepada negara. Pertanyaannya sederhana itu yang melaporkan tolong sebutkan pelanggaran hukumnya apa? Kan melaporkan itu kalau diduga ada pelanggaran hukum atau aturan," ujar Ridwan saat ditemui di Gedung Pakuan, Jalan Cicendo, Kamis (10/1/2019) sore.
Baca juga: Dilaporkan ke Bawaslu terkait Acungan Satu Jari, Ini Kata Ridwan Kamil
Pria yang akrab disapa Emil itu mengatakan, kegiatan itu digelar pada hari libur, Minggu 2 November 2018. Dia pun membantah memakai fasilitas negara saat hadir dalam acara itu.
"Saya ini melaksanakan kegiatan selalu taat aturan. Aturan membolehkan pejabat negara melakukan aktivitas politik di akhir pekan Sabtu Minggu. Saya datang ke acara PKB itu di hari Minggu. Sekali lagi, melanggar aturan atau tidak? Tidak. Karena sudah konsultasi, secara aturan, naik mobil juga pribadi, naik Kijang bukan mobil dinas," katanya.
Baca juga: Bilang "Preet" ke Bawaslu, Anggota DPRD Gunungkidul Dilaporkan ke Polisi
Terkait pose satu jari, Emil menjelaskan, itu merupakan simbol nomor urut partai.
"Jadi acaranya PKB, jari saya itu simbolnya PKB, kalau Pak Jokowi jempol kalau tidak salah," ucapnya.
Dia pun menilai, pelaporan itu cenderung mengada-ngada.
"Jadi saya balikin, tolong sebutkan dengan jelas pelanggaran hukum dan aturannya apa. Kalau tidak bisa jawab ya berarti melaporkannya itu asal melaporkan karena tidak ada dasar hukumnya. Demokrasi ini harus pakai akal sehat, kalau memang ada pelanggaran ya kita akui dan sepakati, kalau tidak ya jangan diada-ada. Waktu kita kan bisa dipakai untuk hal lain," tutur Emil.
Baca juga: Ridwan Kamil-Dedi Mulyadi Berkolaborasi Membangun Jawa Barat