Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Libur Akhir Tahun Ke Gunungkidul? Coba Cicipi Kuliner Ulat dan Kepompong Jati

Kompas.com - 24/12/2018, 19:04 WIB
Markus Yuwono,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Memasuki musim hujan awal, sebagian pohon jati di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, daunnya habis dimakan ulat. Bahkan setiap satu pohon jati terdapat ribuan ulat, yang sebagian diantaranya sudah berubah menjadi kepompong.

Bagi wisatawan yang berkunjung saat liburan akhir tahun bisa mencicipi makanan ekstrem selain belalang, dan Puthul, waktu seperti ini yang tepat untuk menikmati makanan ekstrem ulat dan kepompong pohon jati.

Sebenarnya tidak hanya pohon jati yang kepompongnya bisa dimakan, tetapi ulat trembesi pun bisa, namun jumlahnya tak sebanyak pohon jati.

Kepompong dan ulat jati saat ini banyak dijual di pasar tradisional ataupun rumah makan di sekitar Gunungkidul.

Baca juga: Geluti Kuliner dari Daging Kelinci, Astuti Raih Omset Puluhan Juta Rupiah Per Bulan

 

Beberapa waktu lalu harganya kepompong jati mencapai Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per kilogram. Namun saat ini sudah mulai menurun karena banyaknya warga yang menjual kepompong.

"Tadi pagi membeli kepompong di pasar Playen harganya Rp 60.000 per kilogram, itu campuran dengan ulat," kata Salah satu Warga Kecamatan Playen, Sutinem kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2018). 

Cara memasak sesuai selera

Setelah dibersihkan, ulat dan kepompong bisa dimasak dengan cara digoreng dengan bumbu bawang putih dan garam, atau direbus menggunakan bumbu bacem, lalu digoreng.

Namun bagi yang belum pernah mengkonsumsi disarankan untuk mencicipi sedikit terlebih dahulu karena bisa menyebabkan alergi bagi yang tidak cocok.

"Rasanya gurih dan manis karena dibumbu bacem. Saya baru pertama kali mencoba dan tidak gatal. Untuk lauk nasi hangat juga cocok. Ditambah sayur atau sambal," kata Maria Agustina, warga kota Yogyakarta, kepada Kompas.com. 

Baca juga: Cerita Kaesang, Putra Bungsu Presiden, Pilih Kuliner Pisang Ketimbang Durian

Untuk mencari kepompong, warga harus rajin membuka lipatan daun jati yang telah mengering diantara pohon jati. Dibolak balik, dibuka ditutup, baru diambil kemudian dimasukkan dalam satu wadah berbahan plastik.

"Kemarin sempat mencari di beberapa lokasi di sekitar rumah. Hasilnya lumayan, tetapi tidak dijual, hanya dimasak sendiri. Kebetulan anak saya pas pulang liburan, jadi untuk lauk juga," ucap Surani warga Desa Playen, Kecamatan Playen.

Sumber protein

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Raharjo Yuwono mengatakan, ulat dan kepompong tersebut merupakan serangga yang dapat dimakan sebagai sumber protein tinggi.

"Serangga bisa jadi alternatif sumber protein mengurangi kurang gizi di belahan dunia yang membutuhkan," katanya.

Baca juga: 3 Tahun, Hendra Telusuri Resep Kuliner 15 Kerajaan di Indonesia

 

Metamorfosisnya berawal dari telur, larva, pupa, imago. Imagonya berubah wujud menjadi kupu-kupu berwarna kuning.

Menurutnya, serangga jenis ini bukan hama karena muncul pada saat musim semi. Kata dia, bertahun-tahun tidak ada masalah atau gangguan sebagai akibat dari ulat tersebut.

"Selain di pohon jati, ulat dan ungkrung (Kepompong) juga berada di pohon trembesi yakni, di daerah Kecamatan Semanu dan Rongkop. Jika dikonsumsi, rasanya lebih enak," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com