SEMARANG, KOMPAS.com - Sebanyak 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah sepakat untuk menggunakan transaksi non-tunai dalam kegiatan operasionalnya.
Sebagian daerah di Jateng selama ini telah menggunakan transaksi non-tunai, namun mayoritas daerah masih menggunakan sistem tunai.
Kesepakatan itupun terjalin dalam penandatanganan komitmen penerapan transaksi non-tunai oleh Bupati/Wali Kota Jateng di Hotel Gumaya, Semarang, Rabu (5/12/2018).
Kesepakatan itu disaksikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Tengah Hamid Ponco, dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng-DIY Aman Santosa.
Penerapan transaksi non-tunai diperlukan, salah satunya untuk mencegah korupsi dan kebocoran anggaran. Gerakan transaksi non-tunai juga dapat dijalankan di berbagai sektor, baik penerimaan maupun pengeluaran daerah.
"Tadi ada kesepakatan untuk komitmen gunakan transaksi non-tunai. Memang ada beberapa kota yang sudah, tapi banyak yang belum. Maka tadi diundang kepala daerah agar komitmen melakukan hal sama," ucap Hamid Ponco.
Baca juga: Transaksi Non-tunai Dianggap Kunci Pencegahan Suap di Sektor Swasta
Transaksi nontunai sendiri tidak sebatas kerja BI, namun merupakan implementasi dari instruksi presiden yang harus dilakukan di semua daerah. Tentu, gerakan tersebut diimplementasikan secara berkala di tiap daerah.
"Jadi tadi semua kepala daerah komitmen, dan itu nanti lebih mudah ketika melalukan penerapan elektronifikasi," tandanya.
Manfaat lain, kata Ponco, juga akan menjadikan satu daerah lebih efisien dan transparan. Yang terpenting, transaksi non-tunai dapat mencegah kebocoran.
Sementara itu, Ganjar Pranowo mengatakan, dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah mayoritas belum mengimplementasikan transaksi non-tunai. Baru ada tiga kota di Jateng yang telah menerapkan hal itu, yakni Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Magelang.
Sementara satu kabupaten yang mulai intens menerapkan gerakan ini adalah Pati.
"Dengan transaksi non-tunai, pendapatan daerah meningkat secara signifikan. Saya meminta kabupaten/kota lainnya segera mengikuti dan mencontoh daerah-daerah ini," tambahnya.
Di masa modern ini, sudah tidak zamannya bendahara membayar ke dinas menggunakan uang tunai. Mereka harus transfer sehingga potensi penyimpangan bisa ditekan.
Hal sama berlaku pada pendapatan. Jika semua sektor mulai setoran pajak, retribusi, parkir dan pendapatan lainnya dilakukan secara nontunai akan mencegah kebocoran.
"Kalau ini bisa diterapkan, saya sangat yakin pendapatan akan semakin tinggi karena mencegah kebocoran di lapangan," pungkasnya.