BANDUNG, KOMPAS.com - Longsor yang terjadi di Kampung Nyalindung, Kelurahan Cidadap, Kecamatan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/12/2018), nyaris menimbun satu keluarga sore itu.
Yaya Suhaya (53) kaget bukan kepalang ketika tembok dan material longsor nyaris menimbun diri dan keluarganya.
Malam itu sekitar pukul 18.30 WIB, hujan dengan intensitas sedang tak hentinya mengguyur Kota Bandung. Tiba-tiba suara gemuruh terdengar jelas di belakang rumahnya. Tebing setinggi enam meter dengan lebar lima meter yang berada tepat di belakang rumahnya itu tiba-tiba ambrol.
Material longsor itu kemudian menimpa tembok rumahnya dan menyebabkan tembok tersebut ikut rubuh nyaris menimpa satu keluarga yang saat itu tengah santai menonton televisi. Material tanah pun masuk menerobos ke dalam rumah.
"Saat kami sedang nonton TV, tiba-tiba tembok rumah rubuh, saya kaget langsung loncat, anak saya dan istri saya malah tertimpa lemari," kata Yaya di lokasi longsor, Rabu (5/12/2018).
Baca juga: Longsor Tutup Akses Jalan 2 Desa di Ciamis
Yaya yang terperangkap di kamarnya kemudian mencari jalan lain untuk menyelamatkan anak istrinya tersebut.
"Saya lalu nyari jalan lain, karena saya dan anak saya juga terperangkap. Saya lari lewat jalan belakang lalu menarik anak dan istri saya. Kalau saat itu saya tidak loncat mungkin saya sudah mati tertimbun," tuturnya.
Meski tidak ada korban dari kejadian ini, namun anak Yaya yang masih berusia 4,5 tahun mengalami trauma.
"Anak saya masih shock, tapi alhamdulilah tidak apa-apa," katanya.
Berharap bantuan
Yaya merupakan salah satu keluarga yang tinggal di daerah perbukitan di Kota Bandung. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat mengimbau warga yang tinggal di daerah perbukitan untuk mewaspadai potensi longsor memasuki musim penghujan ini.
Terkait korban longsor, pemerintah daerah sudah melakukan assesment, namun belum memberikan bantuan kepada korban.
Saat ini, korban dan kerabatnya bahu membahu membersihkan material longsoran yang ambrol masuk ke rumahnya.
Yaya mengaku belum memiliki uang untuk memperbaiki rumahnya tersebut. Maklum, sebagai buruh tani, Yaya hanya mendapat upah Rp 125.000 per minggu.
Namun begitu, untuk menutupi rumahnya agar terhindar dari hujan dan tebing yang dikhawatirkan berpotensi longsor kembali, Yaya menutupinya dengan bahan seadanya.