Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ritual Tiwah, Cara Suku Dayak Menghargai Kematian (2)

Kompas.com - 05/12/2018, 12:00 WIB
Kurnia Tarigan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Upacara tiwah merupakan ritual yang dilakukan Suku Dayak yang bertujuan mengantar arwah menuju tempat asal (lewu tatau) bersama Ranying (dewa tertinggi dalam kepercayaan Kaharingan). Ritual ini dilaksanakan mulai Selasa (4/12/2018) sampai 8 Desember 2018. 

Upacara diawali dengan mendirikan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Balai Pangun Jandau, yakni mendirikan balai hanya dalam satu hari. Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu seekor babi yang harus dibunuh sendiri oleh Bakas Tiwah.

Setelah Balai Pangun Jandau selesai dibangun, Bakas Tiwah melakukan Pasar Sababulu yaitu memberikan tanda buat barang-barang yang akan digunakan untuk upacara Tiwah nantinya dan menyediakan Dawen Silar yang nantinya akan digunakan untuk Palas Bukit.

Setelah selesai pada proses awal, maka proses dilanjutkan dengan mendirikan Sangkaraya Sandung Rahung yang diletakkan di depan rumah Bakas Tiwah, gunanya untuk menyimpan tulang belulang masing-masing salumpuk liau.

Baca juga: Melihat dari Dekat Kehidupan Suku Dayak di Lamandau Kalteng

Setelah itu seekor babi dibunuh diambil darahnya untuk memalas Sangkaraya Sandung Rahung. Di sekitar Sangkaraya Sandung Rahung dipasang bambu kuning dan lamiang atau Tamiang Palingkau, juga kain-kain warna kuning dan bendera Panjang Ngambang Kabanteran Bulan Rarusir Ambu Ngekah Lampung Matanandau.

Sambil mempersiapkan semua alat-alat musik bunyi-bunyian seperti gandang, garantung, kangkanung, toroi, katambung dan tarai. Namun terlebih dahulu semua peralatan musik, juga semua perkakas yang akan digunakan harus melalui proses ritual tersendiri, dalam upacara Tiwah dipalas atau disaki dengan darah binatang yang telah ditentukan.

Penawur mulai melaksanakan tugasnya menawur untuk menghubungi salumpuk liau yang akan diikutsertakan dalam upacara Tiwah tersebut agar mengetahui dan memohon izin kepada para Sangiang, Jata, Naga Galang Petak, Nyaring, Pampahilep. Juga pemberitahuan diberikan kepada Sangumang, Sangkanak, Jin, Kambe Hai, Bintang, Bulan, Patendu, Jakarang Matanandau.

Setelah itu maka persiapan dilanjutkan dengan persiapan hewan kurban yang sudah disiapkan, seperti babi, sapi atau kerbau diikat di tiang Sangkaraya. Kemudian diadakan tarian Manganjan yang diawali dengan tiga orang yang berputar mengelilingi Sangkaraya. Semua bunyi-bunyian saat itu ditabuh, pekik sorak kegembiraan terdengar di sana-sini, suasana meriah riang gembira.

Baca juga: Kisah Lulantatibu, Batik Pemersatu Suku Dayak di Perbatasan

Pada hari itu beras merah dan beras kuning ditaburkan ke arah atas. Setelah Menganjan selesai, mulailah acara membunuh binatang korban. Darah binatang yang dibunuh dikumpulkan pada sebuah sangku dan akan digunakan untuk membasuh segala kotoran. Diyakini bahwa darah binatang yang dikorbankan tersebut adalah darah Rawing Tempun Telun yang telah disucikan oleh Hatalla.

Semua persiapan proses disiapkan, maka salumpuk liau pun turut hadir serta aktif berperan serta dalam perayaan Tiwah tersebut namun kehadirannya tidak terlihat oleh mata jasmani.

Salumpuk liau jadi semakin bahagia dan gembira ketika para keluarga, baik ayah, ibu, anak, paman, bibi, kakek neneknya hadir berkumpul di situ, dan menemui mereka yang hadir dalam perayaan tersebut. 

Mereka menggosokkan air kunyit ke telapak tangan dan kaki mereka yang hadir, menuangkan minyak kelapa di kepala para tamu, sambil menuangkan baram dan anding serta menawarkan ketan, nasi, kaki ayam, serta lemak babi yang diakhiri dengan menyuguhkan rokok dan sipa.

Hindu Kaharingan

Sandung, tempat menyimpan kerangka dalam tiwah massal di Desa Parit, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (27/11/2013). KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Sandung, tempat menyimpan kerangka dalam tiwah massal di Desa Parit, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (27/11/2013).

Pada kepercayaan Hindu Kaharingan, ritual Tiwah biasanya dibimbing oleh seorang “Basir” yang sering disebut “Basir Duhung Handepang Telun” adalah rohaniwan yang melaksanakan upacara tiwah bersama Basir Upu, Basir Panggapit dan Basir Pendamping.

Beliau pada waktu melakukan upacara sebagai tukang hanteran mengenakan pakaian kebesaran seperti Raja Pampulau Hawun, Randin Talampe Batanduk Tunggal pada saat Beliau melaksanakan Tiwah Suntu di Batu Nindang Tarung Kereng Angker Batilung Nyaring.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com