Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rutan Kelas II B Takengon Cegah Kerusuhan yang Berulang Kali Terjadi

Kompas.com - 01/12/2018, 16:00 WIB
Kontributor Takengon, Iwan Bahagia ,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

TAKENGON, KOMPAS.com - Ratusan Warga binaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II Takengon, Aceh Tengah, Aceh nyaris ricuh pada 25 Juli 2018.

Informasi yang diperoleh saat itu, sejumlah alasan menjadi pemantik kericuhan.

Kala itu, Sugiyanto, belum lama menjabat sebagai Kepala Rutan Kelas II B Takengon. Ia mulai menjabat Kepala Rutan pada 13 Januari 2018. 

 

Kepada narapidana, ia menyampaikan kebijakan terkait hak-hak warga binaan yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Saat ditemui Kompas.com, Sabtu (1/12/2018), Sugiyanto mengatakan, kericuhan yang mengarah ke kerusuhan itu sudah dua kali terjadi.

Awalnya, pada 27 April 2018, ketika ia sedang berada di Meulaboh untuk menghadiri undangan Hari Ulang Tahun Pemasyarakatan. Sugiyanto mendapatkan informasi para napi protes kepada petugas rutan.

Mereka menggedor pintu kamar tahanan dan pagar pembatas yang ada disekitar Rutan Kelas II Takengon.

"Indikasinya, mereka mencari alasan untuk bisa berkeliaran seperti sebelumnya. Meski demikian, saat itu juga kami mengatasi persoalan air bersih dengan cepat, yaitu mendatangkan air bersih dari PDAM dan pemadam kebakaran, supaya tidak menjadi alasan mereka. Tentu kami juga bekerja sama dengan personel kepolisian dan TNI," ujar Sugiyanto.

Puncaknya, pada 25 Juli 2018, ratusan warga binaan melakukan protes terkait Tari Poco-Poco yang rencananya dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, termasuk di Rutan Kelas II B Takengon.

"Pada saat itu, dilaporkan ada sejumlah napi yang tidak terima dengan latihan senam poco-poco yang rencananya digelar untuk pemecahan rekor dunia pada 5 Agustus. Mereka diduga memprovokasi tahanan yang lain," kata Sugiyanto.

Provokasi itu karena ada warga binaan yang tidak terima karena latihan senam dilakukan tidak secara terpisah antara perempuan dan laki-laki.

"Pada saat itu, para napi meminta agar Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) dicopot sekaligus dengan jabatan saya sebagai kepala rutan," kata Sugiyanto.

Saat protes itu terjadi, ia sedang berada di Jakarta untuk memenuhi undangan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Ia bercerita, saat kejadian tersebut di Rutan Kelas II Takengon sedang kedatangan tamu dari Kanwil Kemenkumham Aceh.

Setelah mendengar informasi terjadinya kericuhan yang ditimbulkan oleh warga binaan dengan mengetuk-ngetuk pintu kamar tahanan dan pagar pembatas, Sugianto mengaku langsung menghubungi Kapolres Aceh Tengah dan Dandim 0106 Aceh Tengah untuk meminta bantuan keamanan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com