Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1,7 Ton Sampah Plastik Ditemukan di Sekitar Laut Tempat Paus Mati

Kompas.com - 21/11/2018, 19:07 WIB
Kiki Andi Pati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KENDARI, KOMPAS.com - Kasus Paus mati yang di dalam perutnya ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram di perairan Wakatobi mengundang keprihatinan aktivis lingkungan di wilayah itu.

Salah satunya, pegiat lingkungan dari Komunitas Melihat Alam (Kamelia) Wakatobi. Mereka menyebut bahwa ekosistem di perairan Wakatobi terancam akibat sampah plastik.

Koordinator Kamelia Wakatobi, Hardin, menyebutkan, pihaknya pernah melakukan aksi bersih di sejumlah pantai di sekitar Wakatobi, mulai dari Kabupaten Kepulauan Tukang Besi hingga Pantai Sembani di Pulau Sambano di Pulai Kaledupa, Wakatobi.

Aksi itu dilakukan dengan kolaborasi beberapa lembaga peduli lingkungan dalam aksi Diet Plastik di acara Beach Clean Up pada Maret 2018.

Hasilnya, mereka menemukan 1,7 ton sampah plastik berserakan di wilayah pesisir dan pantai sekitar Wakatobi. Padahal laut Wakatobi sudah ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia.

Bahkan, kata Hardin, sepanjang 2 kilometer perairan laut Waha Raya, Wakatobi, pernah ada yang menyelam di kedalaman 5 hingga 10 meter, dan ditemukan sebanyak 24 kilogram sampah yang didominasi botol plastik, dan ada juga sampah seperti jaring, popok dan toples plastik.

Baca juga: INFOGRAFIK: Sampah Plastik dalam Perut Paus yang Mati di Wakatobi

Kejadian itu sungguh sangat mengancam ekosistem laut. Hal itu dibuktikan dengan matinya seekor paus dengan perut berisi sampah plastik seberat 5,9 kilogram.

"Kalau dilihat, sampah plastik sudah warna hitam dalam perut paus. Tentunya bukan hanya sampah buangan dari masyarakat Wakatobi. Sebab banyak juga kapal yang melintas di sini juga biasa membuang sampah di laut," ungkap Hardin dihubungi, Rabu (21/11/2018).

Menurutnya, semakin banyak sampah plastik di lautan, maka kian besar ancaman bagi kelestarian ekosistem di laut.

Meski ancaman kerusakan tak hanya berasal dari sampah plastik, tetapi dia tetap mengingatkan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sampah plastik juga sangat berbahaya.

Lokasi pengolahan sampah

Saat ini, sampah yang terkumpul belum diketahui cara pengelolaannya yang tepat, karena belum adanya lokasi pengolahan sampah, terutama sampah plastik di Pulau Kapota, Kecamatan Wangiwangi, tempat ditemukannya paus mati.

"Penanganan sampah menjadi penting karena sampah plastik yang terkena sinar matahari, terus menerus terkena ombak dan pasang surut, menyebabkan plastik terdegradasi menjadi partikel-partikel kecil atau mikroplastik yang tertelan oleh fauna laut, mengkontaminasi produk hasil laut yang kita konsumsi," jelas Hardin.

Pihaknya bersama lembaga lingkungan lain terus mendorong pemangku kebijakan untuk serius menangani sampah, khususnya sampah plastik. Termasuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya memilah sampah organik dan nonorganik.

"Kesadaran itu sudah ada di masyarakat. Mereka sudah pisahkan sampah organik dan nonorganik, tetapi petugas sampah biasa kasih campur," ujarnya.

Baca juga: 5 Berita Populer: Sampah Plastik 5,9 Kg dalam Perut Paus hingga Hoaks Foto Syur Grace Natalie

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com