KOMPAS.com - Musim kemarau melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Akibatnya, warga terpaksa berjalan hingga berkilo-kilo jauhnya untuk mendapatkan air.
Tak sedikit warga harus menuruni tebing curam untuk mencapai air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Fakta perjuangan warga untuk mendapatkan air bersih terungkap di sini.
Dalam empat bulan terakhir, kekeringan melanda Dukuh Kowang, Desa Ngargotirto, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Akibatnya, warga harus rela berjalan kaki ke sumur yang berada di area persawahan berjarak sekitar dua kilometer dari tempat tinggal mereka.
"Ada sumur di area persawahan. Tapi jaraknya dari sini (Dukuh Kowang) sekitar dua kilometer," kata Doto (60), warga RT 006/ RW 003, Dusun Kowang, kepada Kompas.com, Jumat (31/8/2018).
Doto pun menceritakan perjuangan warga desanya untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari dan ternak.
Doto berjalan kaki sambil memikul dua ember berukuran 10 liter menggunakan bambu untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
"Saya gunakan untuk keperluan memasak, minum, mandi, dan ternak. Saya punya tiga ekor sapi di rumah. Jadi dua hari sekali harus ambil air ke sumur," kata dia.
Selain memanfaatkan air dari sumur, Doto mengaku pernah membeli air bersih dari penjual air bersih di kawasan Sumberlawang. Sebanyak 1.000 liter air bersih dia beli dengan harga Rp 50.000-Rp 60.000.
Baca Juga: Warga di Sragen Rela Jalan Kaki 2 Kilometer untuk Dapatkan Air Bersih
Warga Desa Doridungga, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), harus menerima kenyataan.
Sejak pompa penyedot air rusak diterjang banjir, mereka harus berjalan kaki lebih dari satu kilometer dengan membawa jeriken untuk mengambil air di Sungai Kangga sebelah utara Desa Doridungga.
Warga harus menjalani rutinitas tersebut selama kurang lebih tiga bulan. Warga yang bermukim di dataran tinggi ini memang jauh dari sumber mata air. Untuk menuju titik air, mereka pun harus turun tebing curam setinggi 100 meter.