Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konservasi Kopi, Cara Petani Boyolali Cegah Erosi dan Longsor

Kompas.com - 15/10/2018, 19:14 WIB
Labib Zamani,
Khairina

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Dukuh Pasah, Desa Senden, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah merupakan daerah perbukitan. Daerah ini berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merbabu dan berada pada ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut.

Apabila musim hujan tiba, tanah perkebunan di Dukuh Pasah sering mengalami longsor dan erosi. Hal ini karena tidak adanya akar pohon yang kuat untuk mengikat tanah tersebut.

Pola pertanian di Dukuh Pasah menggunakan sistem terasering atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat. Namun, pola itu belum sepenuhnya maksimal karena hanya ditanami sayuran.

Sehingga, tanah longsor dan erosi sering melanda di daerah tersebut pada saat musim hujan tiba.

Ketua Kelompok Agro Ayuning Tani Dukuh Pasah Sugiantoro mengatakan, sejak lima tahun terakhir petani di Dukuh Pasah mulai menerapkan sistem terasering antara sayuran dengan kopi.

Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi dan longsor di daerah tersebut.

"Kalau musim hujan banyak lahan perkebunan di sini longsor. Makanya kami mencoba tanam kopi sebagai konservasi dan strategi mencegah terjadinya erosi tanah," kata Sugiantoro yang ditemui Kompas.com di kedai kopi kawasan Manahan, Solo, Jawa Tengah, Minggu (14/10/2018) petang.

Baca juga: Kopi Literasi, Cara Dukuh Pasah Boyolali Kembalikan Minat Baca Anak

Tanaman kopi tersebut mereka tanam di lahan seluas 17,3 hektare. Adapun jenisnya adalah Arabika Andongsari.

Kopi jenis ini memiliki cita rasa enak dan tahan penyakit karat daun sehingga cocok ditanam di daerah perbukitan.

"Ada 4.500 tanaman kopi yang kami tanam di sana dengan pola terasering. Hasilnya juga bagus. Kopi Arabika Andongsari mulai berproduksi pada umur 3 tahun. Setelah itu, setiap tiga minggu sekali, kami bisa panen," terang dia.

Disamping untuk konsumsi sendiri, kata Sugiantoro, kopi tersebut juga sudah banyak dijual dalam bentuk kemasan, terutama bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.

Sehingga, hasil penjualan kopi bisa digunakan untuk pemasukan kelompok.

Anggota Kelompok Agro Ayuning Tani Dukuh Pasah Sumarno mengungkapkan, ribuan tanaman kopi yang ditanam di lahan perkebunan tersebut bermula dari kebiasaan warga setempat. Setiap ada perkumpulan warga, selalu dihidangkan minuman kopi.

"Kami ingin mencoba mengolah kopi sendiri. Setiap panen kopi kami coba olah sendiri. Kopi yang kami olah sendiri ini rupanya memiliki cita rasa yang khas. Jadi, kami bisa tahu kopi yang sebenarnya," imbuh Sumarno.

Kompas TV Ada hidangan masa kini lengkap dengan suasana cafe modern ala negeri gingseng, Korea Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com