Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Baca Lembah Sibayak, Membangunkan Anak-anak di Tanah Karo dari "Tidur"

Kompas.com - 27/09/2018, 08:25 WIB
Iqbal Fahmi,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KARO, KOMPAS.com - Tanah Karo adalah wajah kebhinekaan yang terbingkai dalam indah taman persada. Dari Bumi Turang, satu rumpun entitas budaya bangsa Karo nan luhur bertemu hulu.

Mereka yang mewarisi darah Karo berkelana ke segala penjuru, menjadi rahim bagi warna-warni kehidupan sosial masyarakat Sumatera Utara.

Kabupaten Karo adalah wilayah dataran tinggi yang dikepung oleh dua gunung api aktif, Sinabung dan Sibayak. Daerah ini selalu terasa sejuk karena berada pada ketinggian 800-1400 meter di atas permukaan laut.

Tanah di Kabupaten Karo juga sangat gembur. Tak ayal, kawasan ini tersohor sebagai pemasok komoditi pertanian unggulan di seantero negeri.

Baca juga: Jelajah Literasi, Antologi Kisah 20 Taman Baca Penggerak Mimpi Anak-anak

Hidup dimanja oleh bentang alam dataran tinggi Karo adalah anugerah bagi masyarakat setempat. Namun serupa gunung yang tercitra indah dari kejauhan, banyak ngarai terjal permasalahan sosial terpampang ketika melihat Karo jauh lebih dalam.

Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat Karo, terutama di kawasan Lembah Sibayak adalah degradasi moral. Tingkat pendidikan dan minat baca yang rendah ditengarai menjadi penyebab merosotnya nilai karakter para generasi milenial.

Berangkat dari keprihatinan akan kondisi tersebut, seorang pemuda asal Kota Medan, Ahmad Azhari (37) tergerak untuk melakukan perubahan. Berafiliasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sources of Indonesia (SoI), pegiat yang karib disapa Ari tersebut menginisiasi sebuah rumah baca yang dia beri nama Rumah Baca Lembah Sibayak (RBLS).

Aktivitas anak-anak di Rumah Baca Lembah Sibayak di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.KOMPAS.com/M IQBAL FAHMI Aktivitas anak-anak di Rumah Baca Lembah Sibayak di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Tak ada PAUD

Ari menceritakan, awal mula munculnya gagasan untuk mendirikan RBLS yakni saat dirinya beserta relawan SoI melakukan asesmen di kawasan Lembah Sibayak, yakni Desa Semangat Gunung (300 KK), Kecamatan Merdeka dan Desa Doulu (500 KK), Kecamatan Berastagi.

“Saat itu saya melihat banyak anak yang bermain liar di lokasi di perladangan dengan minim pengawasan dari orangtua, bermainnya cenderung liar dan negatif,” katanya.

Di Lembah Sibayak, terdapat dua Sekolah Dasar (SD) yang berada di Desa Doulu. Namun secara fasilitas pendukung pendidikan, dua sekolah tersebut belumlah memadai.

Baca juga: Rumah Baca Bakau, Merawat Mimpi Anak-anak di Balik Hutan Mangrove

Sementara itu, untuk melanjutkan pendidikan di tingkat SMP dan SMA, tidak ada pilihan lain bagi anak-anak Lembah Sibayak selain berangkat ke Berastagi atau Kabanjahe yang merupakan ibukota Kabupaten Karo.

Tidak adanya sekolah PAUD dan sekolah Taman Kanak-kanak (TK) adalah salah satu kendala bagi anak-anak Lembah Sibayak untuk mengenal pendidikan prasekolah. Padahal, lanjut Ari, pendidikan prasekolah adalah kesempatan emas bagi anak untuk mengenal huruf dan angka.

“Anak-anak Lembah Sibayak kebanyakan tidak mengenyam bangku TK atau PAUD, sedangkan saat mereka masuk SD, mereka dituntut oleh kurikulum untuk sudah menguasai baca, tulis dan hitung (calistung),” katanya.

“Anak-anak yang memiliki kendala akademik khususnya membaca ini akhirnya putus sekolah karena malu belum lancar calistung,” lanjutnya kemudian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com