Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Sempat Berpikir Mati, sebab Kami Diperlakukan seperti Tawanan"

Kompas.com - 17/09/2018, 14:39 WIB
Hadi Maulana,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BATAM, KOMPAS.com - Runawi (44), warga Kabupaten Situbondo, Jawa Timur (Jatim), satu dari 40 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berhasil diselamatkan.

Mereka diselamatkan di perairan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau oleh tim F1QR Lanal Batam.

Runawi mengaku sangat kecewa dengan agen yang ada di Malaysia yang mempekerjakan dirinya.

"Jujur saya sangat kecewa sekali dengan agen yang di Malaysia, mereka tidak jujur membantu kepulangan saya ke tanah air," kata Runawi ditemui di dermaga Lanal Batam.

Baca juga: TNI AL Gagalkan Penyelundupan 12 Calon TKI Ilegal ke Malaysia

Kepada Kompas.com, Runawi mengaku mengeluarkan uang hingga Rp 9 juta agar bisa pulang ke tanah kelahirannya.

"Awalnya saya pikir pulangnya seperti saat saya pergi ke Malaysia, ternyata sangat sengsara. Selain berhari-hari di dalam hutan, untuk naik ke speedboat, kami harus masuk ke laut hingga pakaian kami basah kuyup," jelas Runawi.

Runawi mengaku, dengan kejadian ini dirinya sama sekali tidak mengantongi uang sepeserpun saat balik ke Situbundo.

"Saya kerja digaji sebulan hanya 810 ringgit atau Rp 2,9 juta, belum lagi biaya makan dan biaya tempat tinggal. Ditambah kejadian seperti ini, sangat menderita sekali yang saya rasakan," katanya.

Hal senada diungkapkan Liskawati (38), TKI lainnya. Ia mengaku terpaksa mengikuti jalur gelap karena ditakut-takuti agen yang ada di Malaysia.

"Saya baru 1 tahun 2 bulan di Malaysia, bahkan paspor saya masih aktif. Hanya saja saya ditakut-takuti agen karena permit saya tidak dikeluarkan mereka, makanya saya ikut jalur tak resmi ini," imbuh Liskawati.

Baca juga: 11 TKI Ilegal Ditemukan Tewas di Perairan Malaysia

Untuk bisa pulang ke tanah kelahirannya di Bandung, ia mengekuarkan uang 1.500 ringgit atau Rp 5,5 juta.

"Tapi pas di speedboat kami juga dimintai lagi uang Rp 700.000. Kata yang bawa speedboat, uang untuk pemilik pelabuhan," jelasnya.

Sama seperti Runawi, Liskawati mengaku sempat seharian di hutan sebelum akhirnya naik speedboat yang menjemputnya dari tanah laut.

"Saya sempat berpikiran mati, sebab kami sudah diperlakukan seperti tawanan. Masuk ke laut dan setelah itu baru naik ke speedboat. Bahkan di speedboat kami juga rela harus berdesak-desakan dengan kondisi seluruh pakaian kami basah kuyup," ungkapnya.

Liskawati mengatakan, yang akan pulang menggunakan jalur gelap bukan hanya 40 orang. Ada 100 orang lagi yang akan pergi. Mereka dipecah menjadi dua kelompok. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com