JAKARTA, KOMPAS.com – Akhir-akhir ini, media diramaikan informasi tentang sepetak rumah di Kota Bandung milik seorang warga bernama Eko, yang tidak memiliki akses keluar-masuk.
Sebab, rumah Eko terkepung bangunan rumah tetangga di kanan, kiri, depan, juga belakangnya.
Diketahui, Eko maupun tetangga-tetangganya mendirikan bangunan rumah permanen di atas tanah milik masing-masing. Jadi secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar.
Akan tetapi, Eko dengan rumah di antara bangunan-bangunan itu juga memiliki hak untuk dapat mengakses lahan dan bangunan yang ia miliki.
Permasalahan tersebut masih dalam proses penyelesaian hingga hari ini (12/9/2018) dan ditangani oleh pemerintah setempat.
Ternyata, hal itu bukan hanya dialami oleh Eko seorang. Dua rumah di Jakarta juga pernah mengalami nasib serupa.
Pada 2015 sebuah bangunan berlantai 2 di daerah Bintaro, Jakarta Selatan, diblok oleh warga sekitar dengan pagar tinggi tepat di depan bangunan rumah.
Sebelum dibangun rumah, lahan kosong milik seseorang bernama Heru memiliki izin menghadap ke Jalan Mawar, di belakang komplek Perumahan Bintaro Mas.
Namun saat dibangun, Heru mendirikan bangunan dengan menghadap ke arah Jalan Cakra Negara, sejajar dengan rumah lain di kompek perumahan tersebut, bukan ke arah Jalan Mawar.
Atas ketidaksesuaian itu, warga yang menyebut dirinya sebagai Warga Peduli Bukit Mas (WPBM) menutup halaman rumah Denny dengan pagar berbahan bata ringan setinggi kurang lebih 2 meter.
Baca juga: Tujuh Bulan Berlalu, Begini Kondisi Rumah Denny yang Ditembok di Bintaro
Kemudian, pemilik mengurus perizinan baru agar rumah yang terletak di ujung Jalan Cakra Negara tersebut bisa menghadap ke arah sesuai bangunan itu dibangun.
Setelah perizinan selesai diurus, waga pun membongkar pagar buatannya yang sebelumnya menghalangi akses rumah di Jalan Cakra Negara dan membangun pagar baru di batas tanah yang menghadap Jalan Mawar.
Penyelesaian pembangunan pun berjalan mulus dan rumah tersebut di jual oleh Heru kepada Denny (44) pada Juni 2015.
Tembok itu diketahui milik anggota Fraksi Partai Hanura DPR RI, Nurdin Tampubolon, dan akan digunakan untuk membangun sebuah gedung stasiun televisi.
Warga menyayangkan tidak adanya sosialisasi yang dilakukan sebelum pembangunan pagar dimulai. Sementara Nurdin menganggap tidak perlu diadakan sosialisasi karena ketua RT dan RW setempat sudah menandatangani bahwa warga menyetujui dilakukan penembokan jalan.
Baca juga: Kekecewaan Warga Kayu Putih karena Akses Tertutup Tembok Anggota DPR
Padahal warga sama sekali tidak mengetahui hal itu, kalau lah benar RT dan RW sudah memberikan persetujan persetu, persetujuan itu bersifat sepihak dan tidak diketahui warga masyarakat.
Tuntutan pun dilayangkan, warga dibantu sebuah LBH menggugat SK Gubernur yang membebaskan lahan MHT di RT 016 RW 07, Kampung Baru, Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur, sehingga pembangunan itu berjalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.