Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hubungan Malaysia–Indonesia Masih Terganjal Perkara Batas Negara

Kompas.com - 07/09/2018, 20:37 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia, kerapkali terlibat dalam polemik perebutan wilayah di kawasan perbatasan, tepatnya di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara; dan negara bagian Sabah, Malaysia Timur.

Permasalahan ini sudah muncul sejak 1973, karena perbedaan pendapat kedua negara tentang batas wilayah masing-masing negara.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kepala Biro Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi Kalimantan Utara, Samuel ST Padan, permasalahan terletak pada perbedaan interpretasi kedua negara terhadap peta perbatasan yang telah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris, sesuai dengan Konvensi 1891, Perjanjian 1915, dan Perjanjian 1928.

"Posisi titik dan garis batas yang ada di peta tidak sesuai, di lapangan posisi titiknya lain," ujar Samuel, saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (7/9/2018).

"Dalam interpretasi Malaysia titik batas dalam peta Belanda-Inggris itu masih merugikan pihaknya, banyak wilayah Malaysia masuk ke wilayah Indonesia. Sementara Indonesia berpegang teguh pada peta Belanda-Inggris tersebut," kata dia.

Baca juga: Rampungkan Jalan Perbatasan Kaltim-Kaltara, Butuh Rp 1,1 Triliun

Adapun batas negara yang kali ini dipermasalahkan (outstanding boundary problem atau OBT) adalah lima titik di wilayah Kabupaten Nunukan: Sungai Sinapad, Sungai Simantipal, B2700 – B3100, Pulau Sebatik; dan C500 – C600.

"Tidak ada pemindahan patok. Malaysia telah membangun ekonomi dan infrastruktur perbatasan di wilayahnya dengan baik sehingga masyarakat Indonesia di perbatasan sangat tergantung kebutuhan sembako dan BBM-nya dengan Malaysia," ucap Samuel.

Ia melanjutkan, masyarakat Indoenesia yang menggunakan pelayanan kesehatan ke Sabah atau Serawak akan mendapatkan kemudahan pelayanan kartu penduduk.

Karena itu, masyarakat sangat mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah pusat untuk memulai pembangunan di wilayahnya.

Terutama, menurut Samuel, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pembangunan potensi ekonomi masyarakat perbatasan, pembangunan Pos Lintas Batas Negara Terpadu (PLBN), membangun toko Indonesia, BBM 1 harga dituntaskan merata di seluruh kawasan perbatasan.

"Juga menuntaskan pembangunan bandara dan peningkatan jaringan telekomunikasi di kawasan perbatasan, mewujudkan daerah otonom baru di Kota Sebatik, DOB Kabudaya, DOB Krayan, DOB Apau Kayan sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat perbatasan, memperkuat pengamanan dan keamanan perbataaan, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa," tuturnya.

Baca juga: PLBN Entikong, Harapan dan Kebanggaan Warga di Perbatasan

Menurut Samuel, pemerintah pusat pun tidak tinggal diam dan saat ini sedang berusaha melakukan pembangunan di kawasan tersebut.

Misalnya, membangun jalan paralel ke perbatasan dan mendirikan RSUD tingkat pratama di empat titik perbatasan (Long Nawang, Krayan, Sebuku, dan Sebatik).

Kemudian membangun toko Indonesia, membangun PLBN, memprogramkan tol laut ke Nunukan, membangun bandara, membangun tower telekomunikasi, meratakan harga BBM.

Namun, hal itu memang belum sepenuhnya dapat dituntaskan bahkan belum menunjukkan peningkatan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com