Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lurik yang Semakin Eksis

Kompas.com - 06/09/2018, 07:03 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Kain tenun motif lurik yang kebanyakan bermotif garis-garis merupakan bahan busana kebanggaan masyarakat Jawa.

Kain ini semakin dikenal sejak kebijakan mengenakan baju tradisional diterapkan di seluruh instansi di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Para aparatur sipil Negara (ASN) wajib mengenakan baju tradisional pada Kamis pahing dan hari-hari besar daerah.

"Kamis Pahing dipilih terkait hari perpindahan keraton dari Ambar Ketawang ke keraton sekarang ini. Kamis Pahing hari berdirinya Keraton Yogyakarta," kata Kasie Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Kulon Progo, Heri Widada, Kamis (30/8/2018).

Kain lurik biasanya dibikin jadi baju surjan bagi pria dan kebaya bagi wanita. Lurik, dengan sentuhan warna warninya, dapat pula jadi bahan kemeja atau sebagai komponen estetika pada rompi, tas, atau jas.

Baca juga: Trotoar di Jalan Sudirman Akan Bermotif Lurik

Semangat penenun

Kebijakan wajib berbusana Jawa itu membuat industri tenun lurik di Kulon Progo maju pesat. Salah satunya kelompok Bangun Karyo di Dusun Bantarjo, Banguncipto, Kecamatan Sentolo.

Mereka lebih dikenal sebagai penghasil tenun Bantarjo. Workshop pembuatan tenun ini hanyalah bangunan kecil berdinding kayu. 

"Pabrik mini" ini diisi beberapa mesin manual, seperti alat tenun bukan mesin (ATBM), pemintal, alat pembuat pola lurik, dan beberapa mesin jahit. Di luar bangunan itu, ada jemuran untuk mengeringkan benang katun yang habis diwarnai.

Pabrik mini ukuran sekitar 6x6 meter ini terasa sumpek karena banyaknya peralatan tenun. Sekalipun ruang workshop terasa padat, para pelaku tenun di dalamnya cukup menikmati pekerjaan di sana. 

Para penenun memiliki latar berbeda-beda, seperti petani, penambang batu, maupun ibu rumah tangga. Keahlian di dunia tenun didapat dari otodidak dan pelatihan yang digelar pemerintah.

"Kami pernah latihan di Mumbul. Sejak itu bekerja di tenun ini," kata Robandi, salah satu pekerja di Bangun Karyo. 

Tumiyem (50), merupakan salah satu penenunnya. Ia bekerja sepanjang pagi hingga tengah hari demi menghasilkan tiga meter kain tenun dalam satu hari.

"Ongkos lumayan karena per meter saya dibayar Rp 7.000," katanya.

Tumiyem sejatinya spesialis penenun stagen yang sudah dilakoninya selama 13 tahun. Semua dikerjakan di rumahnya di RT 17, selepas bekerja menenun lurik.

"Setengah hari kerja bikin lurik di sini (workshop), setengah hari bikin stagen di rumah. Saya bikin 65 gulung stagen sebulan. Kalau tenun lurik, tiga meter sehari," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com