Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Yapen, Kota Pusat Pendidikan di Papua pada Zaman Belanda

Kompas.com - 27/08/2018, 12:43 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KEPULAUAN YAPEN, KOMPAS.com – Kabupaten Yapen awalnya adalah bagian dari Kabupaten Yapen Waropen yang terpisah dari Kabupaten Teluk Cenderawasih pada tahun 1969 yang terdiri dari Pulau Yapen dan Daratan Waropen.

Pada tahun 2002, kabupaten Yapen Waropen terpisah menjadi kabupaten Kepulauan Yapen dan Kabupaten Waropen.

Pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Yapen berada di Kota Serui yang memiliki sejarah panjang dan menjadi saksi bisu perjuangan hingga Nieuw Guinea atau Papua Barat menjadi bagian dari Negara Indonesia.

Kota Serui pernah dijadikan tempat pembuangan pahlawan nasional Sam Ratulangi dan sebagai kota kelahiran Freddy Numberi, sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada masa Kabinet Persatuan Nasional periode 1999-2001, di bawah pimpinan (almarhum) Presiden Abdurrahman Wahid.

Bukan hanya itu, banyak tokoh yang muncul dari Yapen yang merintis kebangkitan nasionalisme dari tanah Papua antara lain Silas Papare, Berotabui, Stevanus Rumbewas dan Hermanus Wayo.

Baca juga: Butuh 500 Guru MIPA, Bahasa Indonesia dan Inggris di Yapen Papua, Siapa Mau?

Pada buku Tiga Puluh Tahun Kabupaten Yapen Waropen yang diterbitkan oleh Pemerintah Yapen Waropen pada tahun 1999, dijelaskan jika nama Yapen Waropen pertama kali ditulis oleh Koentjaraningrat yang menceritakan tentang Yacob Weyland yang memimpin ekspedisi pada tahun 1705 dan melihat bentangan daratan yang jauh dari arah timur dengan pegunungan yang tinggi menjulang.

Dituliskan juga nama Yapen berasal dari bahasa Biak yaitu “Japan” yang berarti Keladi atau Talas. Kemunginan, saat orang Biak menginjak pulau tersebut untuk pertamakali langsung melihat hamparan tanaman Keladi,

Frans Sanadi, Wakil Bupati Kepulauan Yapen, kepada Kompas.com, Senin (20/8/2018) mengatakan jika Yapen khususnya Serui merupakan kota yang membuka peradaban di Papua. Di kota Serui, Sam Ratulangi pernah diasingkan selama beberapa tahun, serta menjadi tempat kelahiran Freddy Numberi.

“Di sini dulu pusat pendidikan di wilayah Papua. Jadi banyak anak-anak muda dari wilayah Papua yang datang kesini untuk sekolah. Pendidikan di sini juga tidak lepas dari peran gereja yang membawa pengaruh besar pada peradaban di Yapen,” katanya.

Peran Gereja

Keberadaan gereja di Yapen berawal dari kedatangan zendeling (pekabar Injil) yaitu pendeta Ottow dan Pendeta Geissler pada Minggu 5 Februari 1855 di Pulau Mansiman.

Mereka menginjakkan kaki pertamakali di pantai pulau Mansinam dan mengucapkan doa sulung, “Dengan nama Tuhan, kami menginjak tanah ini.”

Kedua pendeta tersebut adalah utusan dari Misi Pekabaran Injil yang disponsori oleh tuan Gossner dan Geldring dari Belanda.

Kedua pendeta yang berasal dari Jerman tersebut sempat singgah di Batavia lalu ke Ternate untuk mempelajari bahasa Arafura dan sejarah Alkitab sebelum akhirnya meninggalkan Ternate pada 12 Januari 1855 dengan menggunakan kapal yang di nahkodai Constantijn menuju Tanah Papua.

Bahasa Arafura yang dipelajari ternyata tidak bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan penduduk pulau Mansinam. Namun jerih payah mereka berhasil dengan pembangunan gereja untuk pertamakalinya pada 14 September 1864 di Pulau Mansinam.

Baca juga: Berkat Mie Kering Rumput Laut, Ibu-ibu di Sarawondori Papua Mampu Kuliahkan Anak

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com