Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Kepingan Sejarah Bandung dengan Bandros

Kompas.com - 10/08/2018, 12:38 WIB
Dendi Ramdhani,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sinar matahari menyelinap di sela pepohonan rapat Balai Kota Bandung, Jumat (10/8/2018) pagi. Di halaman bagian selatan Balai Kota, para kru Bandung Tour on Bus (Bandros) sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut para penumpang yang ingin menikmati pagi sambil berkeliling Kota Bandung.

Waktu menunjukan pukul 09.00. Sekitar 15 penumpang sudah duduk di kursi bus. Jay (35), pengurus Bandros dari Komunitas Masyarakat Peduli Bandung (Mang Dudung) memberi isyarat bus untuk segera melaju. Gunawan (40) duduk di depan kemudi. Sementara Laras (19) dan Amel (28) bertugas sebagai pemandu.

"Ibu, bapak sudah siap? Kita jalan-jalan keliling Bandung pakai bus unik ini yah," kata Laras (19) lewat pengeras suara.

"Kalau naik Bandros kita tidak boleh hokcay (bengong) harus heboh ya. Nama saya Laras Cilukba, cantik, lucu dan baik hati, di samping saya ade Amel dan di depan ada Pak Gunawan Sebastian singkatan dari sebatas teman tanpa kepastian," kata Laras melempar canda untuk memecah rasa kaku.

Lelucon Laras sukses mengundang tawa para wisatawan. Suasana riang mulai mengalir di awal perjalanan.

"Naik Bandros ada aturannya jangan mengeluarkan anggota badan, di larang turun dan buang sampah sembarangan ya. Siap semuanya," pekik Laras beradu dengan deru mesin kendaraan.

Dengan aksen khas orang Bandung, Laras mulai menjalankan tugasnya untuk menyibak fakta sejarah Kota Bandung yang mulai tertimbun oleh kemajuan zaman. 

Ia pun mengajak imajinasi wisatawan masuk ke masa lampau dengan menceritakan sejarah Jalan Tamblong.

"Tamblong berasal dari itu nama seorang warga keturunan Tionghoa, Baba Tam Long yang tinggal di Bandung. Dia saudagar kaya pengusaha mebel baik hati yang memperbaiki setiap bangunan di kawasan ini," ucap Laras disambut anggukan wisatawan.

Baca juga: Layani Wisatawan, Pemkot Bandung Tambah 12 Unit Bandros

Dari Tamblong, bus belok menuju Jalan Asia Afrika sebagai jalan paling bersejarah di Bandung. Laras berkata, selain dikenal dengan sejarah Konferensi Asia Afrika, di jalan itu berdiri tugu titik nol Bandung yang dibuat oleh Herman Willem Daendels.

Kawasan itu juga salah satu bukti sejarah mega proyek Daendels yang membangun jalan raya kurang lebih sepanjang 1000 km yang terbentang sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan.

"Nah di sebelah kiri kita ada bangunan arsitektur Belanda bernama De Vries. Dulu gedung ini merupakan Toserba orang Belanda sekarang bangunan ini dipakai oleh bank," ungkap gadis lulusan SMK 3 Bandung itu.

Dari Asia Afrika, bus melintas di Jalan Braga. Laras pun kembali menceritakan bagaimana penjajah Belanda membentuk Braga sebagai kawasan eksklusif. Di sana terdapat restoran, bioskop, dan gedung administrasi perusahaan gas yang khusus bagi orang Belanda.

"Saking eksklusifnya, dulu sampai ada tagline anjing dan pribumi dilarang masuk," ucap Laras.

Laras pun sempat mengungkap sejarah mengapa banyak nama daerah di Bandung berawalan 'Ci', seperti Cikapundung, Cibadak, Cihampelas.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com