Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Musim Kemarau Masak Tiwul biar Hemat Beras"

Kompas.com - 06/08/2018, 17:05 WIB
Iqbal Fahmi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Kemarau panjang yang terjadi sejak Maret lalu menyebabkan sawah di Dusun Wanarata, Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati, Banyumas, Jawa Tengah, mengering.

Akibatnya, warga tidak dapat menanam padi sehingga stok beras berkurang. Karena kekurangan beras, sebagian warga terpaksa mengonsumsi nasi tiwul dan oyek berbahan singkong.

“Dari awal musim kemarau bulan Maret sampai sekarang, setiap hari makannya oyek dan tiwul. Nasi untuk anak dan oyek untuk orangtua," kata Warsem (45), salah satu warga Dusun Wanarta, Minggu (5/8/2018).

Warsem mengungkapkan, di rumahnya tinggal lima orang anggota. Selain satua anak, suaminya juga harus menghidupi kedua mertua yang ikut tinggal bersama. Sehingga mengonsumsi tiwul dan oyek menjadi alternatif sebagai pendamping demi menghemat beras.

Musim kemarau adanya singkong, jadi ya masak itu tiwul. Biar hemat beras, masak tiwul sehari sekilo,” ujarnya.

Baca juga: Kemarau, Ganjar Minta Warga Jateng Tak Konsumsi Nasi Aking

Kepala Dusun Wanarata, Karto mengatakan, di dusunnya terdapat 450 kepala keluarga atau sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan sawah di dusunnya merupakan sawah tadah hujan sehingga hanya bisa ditanami dengan padi gogo.

“Yang jelas makanan pokok orang sini nasi, selagi musim kemarau warga biasa masak tiwul sama oyek untuk dampingan nanakan nasi. Karena musim kemarau ini tidak ada panen, yang jelas karena tidak ada sumber air, ada yang sudah tanam tapi karena kemarau datang akhirnya tidak panen,” jelasnya.

Di dusunnya hampir seluruh warga mengandalkan hasil pertanian. Setidaknya terdapat sekitar 30 hektar lahan sawah padi dan 30 hektar tanaman palawija seperti kacang, jagung, kedelai dan singkong. Namun akibat kemarau panjang, sawah tersebut tidak dapat ditanami padi.

“Sudah biasa makan tiwul dan oyek sebagai pendamping saja. Kalau makan oyek itu dari pagi sampai sore kenyang terus, jadi tahan. Berbeda kalau nasi kadang setiap saat inginnya makan tapi tidak ada kenyangnya,” pungkasnya.

Baca juga: Masuk Puncak Kemarau, 33 Desa di Bima Dilanda Kekeringan

Kompas TV Petani terpaksa menggunakan air limbah buangan rumah tangga untuk mengairi lahan pertaniannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com