SOLO.KOMPAS.com - Saat berada di ketinggian ribuan 3.726 meter dpl dan tiba-tiba terjadi gempa bermagnitudo 6,4 merupakan pengalaman yang teramat sulit untuk dilupakan para pendaki.
Guncangan gempa pada Minggu (29/7/2018) membuat mereka panik dan seperti kehilangan harapan. Gunung Rinjani bergemuruh, batu berjatuhan dan tebing mengalami longsor. Ribuan pendaki berlarian tanpa arah.
Dalam peristiwa itu, satu pendaki asal Makassar, Muhammad Ainul Taksim meninggal di pangkuan rekannya.
Sesaat setelah gempa, ribuan pendaki pun terjebak. Proses evakuasi berlangsung alot karena kondisi medan yang sulit pasca-gempa.
Berikut fakta-fakta yang terungkap selama proses evakuasi para pendaki di Gunung Rinjani.
1. Diselamatkan pohon Edelweis
Rizky Prabowo (25), pendaki asal Solo, menceritakan pengalamannya saat gempa menggoyang Gunung Rinjani. Saat itu, dia tengah menuju puncak dari Pelawangan. Menurutnya, butuh waktu tiga jam untuk ke puncak dari Pelawangan, Senin (30/7/2018).
"Saya sudah berjalan sekitar 2,5 jam. Summit biasanya 3 jam, jadi 30 menit sebelum puncak terjadi gempa itu," katanya.
Tepat pukul 06.47, saat gempa terjadi, Rizky merasa pusing dan hampir saja terjatuh ke jurang. Untung saja, tangan Rizky bisa berpegangan kuat pada pohon Edelweis.
"Saya pikir saya pusing, lha kok goyang-goyang. Terus saya pegangan pohon edelweis, karena saya mau jatuh ke jurang," katanya. Gempa tak hanya terjadi sekali, Rizky merasakan gempa berulang kali terjadi dan dirinya pun harus berhati-hati saat melangkah.
"Gempa lagi, turun dikit gempa lagi, terus turun dikit gempa lagi. Gempa susulannya lumayan banyak," lanjut Rizky.
Baca Juga: Satu Pendaki Asal Makassar yang Tewas di Rinjani Alami Luka di Kepala
2. Jalur pendakian retak dan terutup longsoran
Gempa pada hari Minggu (29/7/2018) pagi di Lombok membuat jalur pendakian retak dan banyak bebatuan dari tebing luruh hingga menutup jalur pendakian.
“Kami saat itu baru saja berjalan turun dari puncak dan berada di Pelawangan. Rencananya akan ke Danau Segara Anak. Tiba-tiba semua berguncang, gemuruh, dan kami tak saling lihat karena debu menutup pandangan kami, semua berteriak," kata Budi Kiswantoro alias Wawan, pendaki asal Makassar, kepada Kompas.com, Selasa (31/7/2018).
Gempa susulan semakin membuat para pendaki bertambah panik. Sebagian meninggalkan barang-barang mereka, namun ada yang masih sempat untuk membereskan tenda.