KOTA BIMA, KOMPAS.com – Pasangan suami istri (Pasutri) divonis satu tahun penjara dengan hukuman percobaan selama enam bulan karena mencoblos dua kali pada pilkada serentak.
Dua terdakwa kasus tindak pidana pemilihan (Tipilih) itu masing-masing bernama Bambang dan Fatun. Mereka divonis di Pengadilan Negeri Raba Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam sidang putusan yang digelar Rabu (1/8/2018).
Sidang kasus tindak pidana pemilihan ini berlangsung secara maraton, mulai dari pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, mendengarkan keterangan saksi dan terdakwa, hingga pembacaan tuntutan sampai putusan.
Sidang tersebut dipimpin Y Erstanto Windiolelono SH MHum sebagai hakim ketua. Kemudian Frans Cornlisen dan Arif Hadi Saputra SH sebagai hakim anggota. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Roby SH.
Sidang Tipilih kali ini berlangsung penuh haru. Pasalnya, kondisi terdakwa Fatun yang tengah hamil tua membuat semua pihak bersedih dan menetaskan air mata. Ditambah lagi minimnya pengetahuan yang dimiliki kedua terdakwa yang sama-sama tidak bisa berbahasa Indonesia.
Sementara pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan sembilan orang saksi. Mereka merupakan petugas KPPS dan seorang warga yang mengetahui kejadian saat itu.
Dari sembilan orang saksi, enam di antaranya adalah Nurainun, Yeyen, Ramlah, Alimran SH, Syarif, dan Syamsudin. Sembilan saksi itu dipanggil per tiga orang.
Baca juga: Suami-istri Mencoblos Dua Kali, Pemungutan Suara Diulang di Dua TPS Kota Bima
Berdasarkan keterangan tiga saksi pertama, Bambang dan Fatun berdomisili di RT 25 Lingkungan Songgela, Kelurahan Jatiwangi. Mereka terdaftar dalam DPT di TPS 17 Songgela. Saat ke TPS, dua terdakwa membawa formulir C6, kemudian memberikan hak suara dan mencelupkan jari kelilingking ke tinta. .
Sementara saksi berikutnya, Nurainun, Yeyen dan Ramlah. Nurainun dan Yeyen merupakan petugas KPPS di TPS 6 Kelurahan Dara. Nurainun dan Yeyen mengaku tidak ingat, apakah dua terdakwa mencoblos atau tidak.
Mereka mengetahui kasus itu setelah menerima surat panggilan dari Panwaslu Kota Bima.
“Saya tidak perhatikan saat itu. Dan, kami baru tahu masalah ini setelah terima surat panggilan klarifikasi dari Panwaslu. Di sana kami baru tahu dengan jelas seperti apa kasusnya,” kata Yeyen di hadapan Majelis Hakim.
Sementara saksi lain, Ramlah mengaku melihat dua terdakwa di TPS 6. Saat itu, Fatun mengatakan bahwa mereka sudah nyoblos di Songgela.
“Saat itu saya tidak menyuruh mereka untuk coblos lagi. Saya langsung pulang,” ujar Ramlah
Ramlah mengaku melaporkan kasus itu supaya tidak terulang lagi. Kasus itu dilaporkan dua hari setelah pencoblosan.
“Saya laporkan ke Pak Al Imran dan beliau yang lapor ke Panwaslu,” tuturnya.