Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kamina, Masjid Tertua Cikal Bakal Kejayaan Islam di Tanah Bima

Kompas.com - 20/07/2018, 14:34 WIB
Syarifudin,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com - Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), rupanya memiliki sebuah masjid kuno yang unik. Masjid tua itu merupakan cikal bakal kejayaan Islam di tanah Bima sebelum Indonesia merdeka.

Masjid kuno ini terletak dikawasan Desa Kalodu, Kecamatan Langgudu. Masjid ini biasa dikenal oleh masyarakat dengan nama Kamina. Masjid itu pertama kali dibangun oleh putra mahkota kerajaan Bima bernama La Ka’I atau kemudian bernama Sultan Abdul Kahir pada tahun 1621 M.

Bangunan masjid ini telah dinyatakan sebagai salah satu tempat peninggalan yang sangat bersejarah dan warisan Islam dari masa lampau.

Keberadaan masjid yang berusia ratusan tahun itu terletak disebuah bukit di kawasan Desa Kalodu yang berjarak sekitar 75 kilometer dari Kota Bima.

Menurut sejumlah sumber sejarah, bukit Kalodu merupakan tempat pelarian putra mahkota La Ka’I saat terjadi peristiwa perebutan kekuasaan di lembaga pemerintahan kerajaan.

Dia bersama pengikutnya terpaksa meninggalkan istana Kerajaan Bima karena hendak dibunuh pamannya bernama Salisi yang berambisi ingin menjadi Raja. Kejadian tersebut pada 1030 H atau 1621 M. 

Baca juga: Ngabuburit di Masjid Agung Karawang, Masjid Tertua di Jawa

Namun berkat peran dan bantuan para mubaligh dari Sulawesi Selatan, La Ka’I berhasil merebut kekuasaannya kembali dari tangan Salisi. Dia kemudian menganut Islam. 

Diceritakan, setelah beberapa bulan menganut Islam, La Ka’I bersama pengikutnya serta para mubaligh mendirikan sebuah masjid di bukit Kalodu sebagai pertanda awal mulanya penyiaran Islam masuk di tanah Bima.

"Masjid itu sengaja diberi nama Kamina, karena warga di sanalah yang pertama kali mengamini dan menerima agama Islam kala itu," kata Ruslan atau Alan Malingi, salah satu budayawan Bima, Jumat (20/7/2018).  

Abdul Kahir kemudian Sultan pertama di Bima, atau raja pertama Bima yang menganut agama Islam. Dia dinobatkan pada 5 Juli 1640 M dengan gelar Sultan Abdul Kahir setelah melalui perjuangan yang panjang untuk merebut tahta. 

Berbentuk unik

Pembangunan Masjid Kamina tidak seperti masjid pada umumnya. Masjid Kamina ini berdiri diatas lahan seluas 2 are dan berbentuk persegi empat dengan model terbuka, tanpa dinding pada sisi kanan dan kiri serta tak memiliki mihrab. 

Masjid tersebut awalnya hanya memiliki satu tiang pilar yang menancap horizontal dari lantai masjid ke bagian atap. Pilar tunggal yang terbuat dari kayu itu bercabang delapan sebagai penopang atap yang terbuat dari ilalang. Sedangkan lantainya beralaskan tanah keras

Namun seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan situs peninggalan sejarah di masa lampau itu tidak lagi dijaga dan dirawat walaupun saban malam Jumat masyarakat sekitar mengadakan pengajian di masjid tersebut. 

Baca juga: Al Osmani, Masjid Tertua di Medan yang Arsiteknya Orang Jerman

Pengajian dan ritual saban malam Jumat tersebut memiliki arti tersendiri yaitu sebagai pengingat akan sejarah kedatangan Islam pertama kali ke tanah Bima.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com