Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Letusan Gunung Agung Bertipe Strombolian, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 03/07/2018, 12:58 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KARANGASEM, KOMPAS.com - Letusan Gunung Agung pada Senin (2/7/2018) bertipe strombolian. Letusan yang disertai lontaran lava pijar dan menyebabkan kebakaran di sekitar gunung ini disebabkan sejumlah faktor.

Kasubid Mitigasi Bencana Geologi Indonesia Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana mengatakan, kondisi temperatur lava di permukaan menjadi salah satu pemicu terjadinya letusan strombolian.

"Lava yang naik ke permukaan cepat sekali mengalami penurunan temperatur," kata Devy, Selasa (3/7/2018).

Baca juga: Cerita di Balik Demo 2019 Ganti Presiden di Depan Gerai Markobar Milik Anak Jokowi

Jika terus mengalami penurunan temperatur, maka lava akan mengeras. Selanjutnya, jika ada suplai magma baru tetapi tidak bisa menembus lapisan lava di permukaan, maka lava itu akan ikut menumpuk di bawah lava permukaan. Terus menerus ikut mengeras seiring penurunan temperatur.

Namun, jika ada suplai magma dengan energi lebih besar dan bisa menerobos lapisan atas, itulah yang menyebabkan terjadinya lontaran. Devy mengatakan, inilah yang disebut letusan strombolian, letusan yang disertai lontaran lava pijar.

"Saat terjadi tekanan dengan energi lebih besar dari bawah saat itulah terjadi strombolian. Jadi faktor tekanan magma dari bawah sangat berperan," kata Devy.

Baca juga: Abu Vulkanik Tutup Kawasan Sekitar Gunung Agung

Temperatur lava di permukaan kawah sendiri dapat diketahui dari citra satelit. Satuan temperaturnya adalah megawatt.

Sebelum terjadinya letusan strombolian memang terpantau adanya penurunan temperatur secara signifikan. Pada Senin pagi, temperatur permukaan kawah gunung terpantau mencapai 58 megawatt. Kemudian pada sore hari, jelang letusan strombolian, suhu terpantau menurun menjadi 30 megawatt.

"Makin tinggi temperatur, kemungkinan letusan efusif makin tinggi. Sebaliknya, makin rendah temperatur maka kemungkinan letusan eksplosif makin tinggi," kata Devy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com